Salin Artikel

Ada Sengkuni di Antara Kita

Tidak semata saling hantam, lempar batu, lempar petasan ataupun molotov, tetapi juga pembakaran dan penjarahan. Darah pun tertumpah di jalan-jalan besar Ibu Kota. Kabarnya, ada yang meregang nyawa. Jakarta memanas dan Indonesia was-was.
 
Jelas tercium, ketakutan sepertinya sengaja ditebar. Oleh siapa? Tak lain oleh para Sengkuni lewat narasi-narasi yang menyesatkan.

Tragisnya lagi, tindakan brutal nan anarkistis yang terjadi di Jalan Thamrin, Jakarta, depan kantor Badan Pengawas Pemilu, kemudian merembet ke Tanah Abang dan Slipi tersebut, lekat dengan skenario yang rasanya telah disiapkan secara matang.

Layaknya sebuah film, di situ ada produser, sutradara serta seksi perlengkapan yang bertugas menyediakan rupa-rupa peralatan untuk beradegan.
 
Para Sengkuni itu--sudah pasti--tak peduli pada kerugian hati dan materi. Mereka masa bodoh dengan kesedihan yang dialami sekian banyak warga, masa bodoh dengan mobil-mobil yang terbakar ataupun bangunan dan fasilitas yang rusak. Juga tak ambil pusing dengan lumpuhnya ekonomi.

Kebahagiaan mereka adalah ketika melihat orang-orang berduka. Suka citanya mereka adalah tatkala menyaksikan orang-orang terluka. Mereka menebar api untuk membakar negeri.

Sudah menjadi wataknya, para Sengkuni itu adalah orang-orang yang terobsesi kekuasaan. Dengan membuat kerusuhan, mereka pikir dapat merusak legitimasi pemerintah.

Begitu melihat wibawa pemerintah jatuh, mereka lanjutkan provokasi agar ekskalasi kerusuhan meningkat dan meluas.

Mereka membayangkan huru-hara di Jakarta pada Mei 1998 terulang lagi, sehingga pemerintahan yang sah jatuh. Itulah saat yang mereka tunggu agar bisa bergerak cepat mengambil alih kekuasaan.

Para Sengkuni itu tentu tidak mengenal arti demokrasi: pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Mereka juga tidak paham nilai konstitusi, kedaulatan rakyat, bahwa di negeri berdasarkan Pancasila ini rakyat berdaulat. Bahwa, rakyatlah yang membentuk pemerintahan melalui wakil-wakilnya yang dipilih lewat pemilu.

Oleh karena itu, sejak semula mereka sudah tidak percaya dengan mekanisme pemilu sebagai sarana membentuk pemerintahan. Mereka hanya memanfaatkan momentum pemilu sebagai pintu masuk untuk mengambil kekuasaan secara paksa.

Para Sengkuni ini paham atas karakter pribadi sebagian elite kita, bahwa mereka tidak mudah menerima kekalahan.

Mereka yakin, meski sebagian elite kita itu pintar berpidato tentang demokrasi, tetapi mereka hanyalah jiwa-jiwa kerdil terhadap nilai-nilai demokrasi.

Mereka yakin, meski sebagian elite kita itu mengaku menjunjung tinggi paham kedaulatan rakyat, tetapi sesungguhnya mereka menampiknya.

Bagi mereka rakyat adalah kawula, sekumpulan orang-orang lemah, yang harus dibimbing, diarahkan, dan dikendalikan oleh elite, yaitu orang pintar yang punya perbawa tinggi.

Itulah sebabnya ketika pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno (Prabowo-Sandi) memutuskan untuk menempuh jalur hukum atas keputusan Komisi Pemilihan Umum, yang menyatakan bahwa pasangan capres dan cawapres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin (Jokowi-Amin) yang memenangi pemilu, gerakan massa tetap berlangsung.

Mereka mengirim massa dari luar Jakarta karena warga Jakarta sendiri menyadari bahwa hasil pemilu sah dan harus dihormati.

Dalam bahasa media asing, memang Probowo-Sandi mengklaim kemenangan pemilu sampai 62 persen atau 54 persen suara, tetapi tidak ada satu pun lembaga independen yang mengonfirmasi klaim tersebut.

Media asing mencatat, proses pemilu berjalan damai, luber, dan jurdil, sehingga hasilnya (siapa pun yang menang) harus diterima dengan lapang dada.

Jika tidak menerima keputusan KPU, mekanisme komplain sudah tersedia, yakni menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Inilah yang ditempuh oleh Prabowo-Sandi.

Tetapi, mengapa aksi massa menolak keputusan KPU tetap terjadi? Mengapa gerakan damai itu berubah menjadi kericuhan dan kerusuhan hingga memakan korban jiwa dan harta?

Mengapa ada orang-orang yang tega membenturkan rakyat dengan aparat keamanan yang memang bertugas menjaga keamanan dan keselamatan negara?

Para Sengkuni adalah pengaturnya. Mereka bisa bergerak di mana saja, tak terkecuali menyusup di lingkungan Prabowo-Sandi.

Mereka mengedepankan penggunaan massa untuk memenangi pemilihan, jika KPU menyatakan sebaliknya. Maka, massa pendukung Prabowo-Sandi terus diprovokasi agar bergerak menentang keputusan KPU.

Prabowo-Sandi yang menyadari bahwa gerakan massa itu tidak tepat, sepertinya tidak kuasa menahan laju gerakan mereka. Imbauan dan saran untuk melakukan aksi damai tidak dipenuhi sehingga bentrok, kericuhan, dan kerusuhan tak terhindarkan.

Jika sudah demikian, mereka tentu tidak bisa terus didiamkan. Kita berharap polisi yang didukung TNI akan dapat menemukan para Sengkuni.

Mereka harus ditangkap, diadili, dan dijebloskan ke penjara. Di dalam penjara mereka dapat menemani para preman yang jadi provokator kerusuhan.

https://nasional.kompas.com/read/2019/05/24/07030041/ada-sengkuni-di-antara-kita

Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke