Salin Artikel

Aher Beri Klarifikasi soal Kasus Dugaan Pemberian Kredit Fiktif di BJBS

Bank tersebut diduga memberikan fasilitas pembiayaan kepada debitur atas nama PT Hastuka Sarana Karya (HSK) untuk pembelian kios pada Garut Super Blok dengan plafond sebesar Rp 566,45 miliar selama periode Oktober 2014 hingga Juni 2015.

Aher mengatakan, ia ditanyai seputar posisinya saat menjabat sebagai gubernur, yang merupakan pemegang saham mewakili pemerintah untuk BJB.

"Intinya, posisi saya di BJB dan bagaimana pengetahuan saya tentang apa yang terjadi di BJBS," katanya di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu.

Dengan jabatan tersebut, ia berhak mengusulkan calon komisaris atau calon direksi di BJB.

Namun, Aher menegaskan dirinya tak memiliki hubungan sama sekali dan tidak ada tanggung jawab langsung terhadap BJBS. Pemegang saham mayoritas dari BJBS merupakan BJB.

"Terkait BJB Syariah, saya tekankan bahwa saya tidak ada hubungan hukum apa pun kepada BJB Syariah, tidak ada hubungan kredit apalagi hubungan keuangan, tidak ada," kata Aher.

Aher juga mengaku tidak tahu-menahu perihal kredit macet di tubuh BJBS.

Menurut pengakuan Aher, peristiwa itu diketahui setelah ia mendapat informasi dari pengurus BJB.

Setelah mengetahuinya, dia mengaku telah memberikan arahan kepada pihak bank untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

"Saya mengetahui, bukan dari pengurus BJBS, tapi saya tahu ada kredit macet itu dari BJB, selaku pemegang saham mayoritas di BJBS," kata dia.

"Tentu sebagai gubernur saya memberi arahan, segera selesaikan, antisipasi. Jangan lupa, untuk menyelesaikan masalah perbankan itu jangan ada guncangan karena ini masalah keuangan, masalah kepercayaan publik," lanjut Aher.

Ke depannya, ia menilai kecil kemungkinannya dirinya kembali dipanggil karena semua informasi terkait bank tersebut sudah disampaikan kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor).

Dalam kasus ini, pemberian pembiayaan kepada PT HSK dilakukan dengan mengalihkan 161 debitur end user sebesar Rp 566,45 miliar.

Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukan yaitu pembiayaan end user dengan akad murabahah yang artinya apabila selesai dibangun langsung dibayar tunai.

Faktanya, uang dibayarkan sebelum proyek tersebut selesai. Dengan demikian, terjadi potensi penggunaan uang kredit untuk peruntukan selain pembangunan GSB.

Setelah didalami, 161 debitur itu kualitas pembiayaannya macet, dianggap tidak bankable, dan sebagian fiktif. Debitur diduga hanya rekayasa dari PT HSK.

Selain itu, PT HSK tidak memberikan jaminan agunan sertifikat tanah induk pokok.

https://nasional.kompas.com/read/2019/03/14/05055651/aher-beri-klarifikasi-soal-kasus-dugaan-pemberian-kredit-fiktif-di-bjbs

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke