Pada 2014, menurut Feri, pendapat para ahli bersifat mengikat dalam membantu DPR memilih calon hakim.
Hal itu disampaikan Feri dalam acara diskusi bertajuk "Mencari Hakim Pelindung Hak Konstitusi", di Tjikini Lima, Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019).
"DPR kan punya panel ahli. Nah sayang ini tidak konsisten. Di 2014 panel ahli ini pendapatnya diperdengarkan berdasarkan kapasitas dari calon-calon hakim," ujar Feri.
Menurut dia, yang terjadi pada seleksi kali ini berbeda. Keputusan panel ahli disebutnya tidak mengikat.
Di sisi lain, Feri menilai, hal itu justru semakin menguatkan asumsi adanya transaksi politik atau pemilihan hakim yang dekat dengan unsur politis.
"Sikap yang berubah itu malah kemudian memperkuat bahwa memang terjadi semacam transaksi atau ada upaya untuk memastikan bahwa hakim konstitusi adalah hakim yang dekat dengan pilihan politik mayoritas di DPR," kata Feri.
Ia mengatakan, hakim MK tidak sepatutnya memiliki latar belakang dan motif atau kepentingan politik.
Sebelumnya, rapat pleno Komisi III DPR pada 7 Februari 2019 memutuskan untuk menunda pemilihan calon hakim MK seusai uji kepatutan dan kelayakan 11 calon hakim.
Disepakati bahwa rapat pleno pengambilan keputusan calon hakim MK akan digelar pada Selasa, 12 Maret 2019 atau setelah masa reses.
Komisi III bersama tim ahli telah melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap 11 calon hakim MK.
Sebelas nama tersebut adalah Hestu Armiwulan Sochmawardiah, Aidul Fitriciada Azhari, Bahrul Ilmi Yakup, M Galang Asmara, Wahiduddin Adams, Refly Harun, Aswanto, Ichsan Anwary, Askari Razak, Umbu Rauta, dan Sugianto.
Ada dua calon hakim yang akan dipilih untuk menggantikan Wahiduddin Adams dan Aswanto. Diketahui masa jabatan keduanya akan berakhir pada 21 Maret 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/12/07285641/sikap-dpr-soal-pendapat-panel-ahli-dalam-seleksi-calon-hakim-mk-dinilai