Heryawan tercatat dua kali tak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap pada proses perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Pertama, pada Kamis (20/12/2018). Kedua, pada Senin (7/1/2019). Pada pemanggilan kedua, kata Febri, KPK belum menerima alasan yang jelas dari Heryawan.
"Jika memang ada kendala hadir, karena alasan yang sah, maka dapat mengkonfirmasi pada KPK. Namun sejauh ini tidak ada pemberitahuan dari yang bersangkutan ke KPK," kata Febri dalam keterangan tertulis, Senin.
Surat pemanggilan, kata dia, juga telah dikirimkan ke alamat domisili Heryawan. KPK juga berupaya menghubungi Heryawan ke nomor ponselnya, namun tak direspons.
Menurut Febri, seharusnya Heryawan memberi contoh dan niat baik sebagai warga negara yang taat pada proses hukum. KPK, kata Febri, akan menyiapkan panggilan pemeriksaan ulang terhadap Heryawan.
"Kami harap, yang bersangkutan dapat hadir, kooperatif dan tidak justru beresiko mempersulit rencana pemeriksaan sebagai saksi yang merupakan bagian dari proses hukum yang sedang berjalan," ujar Febri.
Febri sebelumnya mengungkapkan, KPK perlu memanggil Heryawan untuk mengetahui lebih jauh beberapa hal terkait rekomendasi perizinan proyek Meikarta tersebut.
"Kami merasa perlu memeriksa mantan gubernur, terkait apa yang dia lakukan pada saat yang bersangkutan masih aktif menjabat. Termasuk delegasi kewenangan dan juga proses atau aturan terkait dengan rekomendasi tersebut," ungkapnya.
Dalam surat dakwaan mantan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro disebutkan, pada 23 November 2017, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengeluarkan Keputusan nomor: 648/Kep.1069-DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Heryawan mendelegasikan pelayanan dan penandatanganan rekomendasi untuk pembangunan komersial area proyek Meikarta di daerah Kabupaten Bekasi kepada Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan Keputusan Gubernur itu, Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat nomor: 503/5098/MSOS tanggal 24 November 2017 yang ditandatangani oleh Kepala Dinas PMPTSP Dadang Mohamad yang ditujukan kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Dalam kasus Meikarta, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dan petinggi Lippo Group Billy Sindoro sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga menetapkan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi sebagai tersangka.
Kemudian, KPK juga menetapkan tiga kepala dinas sebagai tersangka.
Masing-masing yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Bekasi Jamaluddin dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor. Kemudian, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati.
KPK juga menetapkan dua konsultan Lippo Group, Fitri Djaja Purnama dan Taryadi, sebagai tersangka. Seorang pegawai Lippo Henry Jasmen juga menjadi tersangka dalam kasus ini.
Neneng bersama pejabat yang menjadi tersangka diduga menerima suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Suap diberikan oleh pejabat pengembang properti Lippo Group.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/07/21474381/dua-kali-tak-penuhi-pemeriksaan-kpk-harap-ahmad-heryawan-kooperatif