Usulan tersebut dilontarkan lantaran Komisi II menilai tidak semua partai politik peserta Pemilu punya dana yang cukup untuk membiayai saksi.
"Saya setuju 100 persen. Saya kira itu harus dibiayai negara, kan jelas ada orangnya, ada saksinya. Agar pemilu kita berkualitas, jujur, adil, transparan, terbuka, kan enak," ujar Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/10/2018).
Menurut Zulkifli, selama ini partai terbebani dengan kewajiban untuk membiayai saksi.
Sementara, partai politik dilarang untuk mencari sumber keuangan selain dari iuran anggota, sumbangan perseorangan dan bantuan keuangan negara.
Ia mencontohkan penyelenggaraan Pilkada di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk satu provinsi, kata Zulkifli, parpol harus mengeluarkan biaya saksi paling sedikit Rp 20 miliar.
Selain itu, Zulkifli menilai pembiayaan saksi menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga berpotensi mengurangi praktik korupsi untuk mengganti biaya politik.
"Ya lebih bagus transparan dibiayai negara seperti itu. Ketimbang tidak dibiayai tapi nyolong. Wah itu lebih gawat lagi kan. Coba satu kali nyolong berapa, belum risikonya," kata Zulkifli.
"Orang kan udah udah muak dengan korupsi. Tapi kalau terpaksa bagaimana? Karena saksi harus dibayar," ucapnya.
Sebelumnya, Komisi II DPR RI mengusulkan dana saksi Pemilu 2019 ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah dan bukan dibebankan ke partai politik.
Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali memaparkan dua alasan yang menjadi dasar usulan tersebut.
Pertama, seluruh fraksi di Komisi II sepakat dana saksi tidak dibebankan ke parpol agar menciptakan keadilan dan kesetaraan.
Sebab, tidak semua partai politik peserta Pemilu punya dana yang cukup untuk membiayai saksi.
"Supaya terjadi keadilan, kesetaraan, semua partai bisa menugaskan saksinya di TPS (Tempat Pemungutan Suara)," ujar Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Alasan kedua, lanjut Amali, usulan tersebut bertujuan untuk menghindarkan para calon anggota legislatif (caleg) membiayai saksi.
"Kita sudah tahu akibatnya kemana-mana," kata Amali.
Amali menilai, penanggungan dana saksi Pemilu oleh pemerintah tidak akan membebani APBN.
Sebab, besar anggaran tidak seberapa dibandingkan dengan proses demokrasi yang harus dikorbankan jika tidak semua partai bisa menyediakan saksi.
Usulan tersebut telah disetujui oleh 10 fraksi DPR. Komisi II juga sudah mengajukan anggaran tersebut ke Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Namun demikian, total anggaran yang nantinya akan dialokasikan tergantung dari ketersediaan uang negara.
"Tapi itu tergantung dari kemampuan keuangan pemerintah. Kalau pemerintah menyatakan tidak ada dana yang tersedia, ya sudah. Artinya kembali kepada partai sendiri untuk menanggung itu," kata politisi dari Partai Golkar itu.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/18/13125211/ketum-pan-lebih-baik-saksi-dibiayai-negara-ketimbang-parpol-korupsi