Salin Artikel

Dianggap Menghina MK, Ini Jawaban Oesman Sapta

"Beliau sudah membalas surat keberatan MK, suratnya sudah diterima MK kemarin (31/7) sore," kata Juru bicara MK Fajar Laksono di Gedung MK Jakarta, Rabu (1/8/2018), seperti dikutip Antara.

Fajar menjelaskan, surat itu berisi penjelasan Oesman bahwa ucapan tersebut merupakan respons cepat, tanpa bermaksud merendahkan martabat kehormatan MK.

"Terdapat enam poin dalam surat tersebut, intinya beliau menyebutkan mendukung terbitnya putusan MK, tetapi kemudian beliau menyertakan respons atas putusan MK terkait DPD itu," kata Fajar.

Fajar menjelaskan, dalam respons tersebut, Oesman merasa putusan MK terkait larangan anggota DPD dari partai politik tidak memberi keadilan bagi para caleg yang berasal dari partai politik.

"Menurut beliau putusan MK itu justru melanggar hak konstitusional anggota DPD yang berasal dari parpol dan beliau prihatin akan hal itu," kata Fajar.

Terkait dengan respons Oesman, Fajar menilai, adanya kontradiksi di dalam respon tersebut.

Satu sisi, Oesman menyatakan mendukung putusan MK, namun di sisi lain Oesman menilai putusan tersebut tidak memberikan keadilan dan melanggar hak konstitusional anggota DPD yang berasal dari partai politik.

"Kendati demikian, kami sangat menghargai respons beliau yang cepat, karena tidak sampai satu kali dua puluh empat jam beliau sudah memberi respons," kata Fajar.

Oesman dalam suatu acara bincang-bincang yang disiarkan secara langsung di salah satu stasiun televisi swasta nasional pada Kamis (26/7) pagi, dimintai pendapat terkait putusan MK yang melarang caleg DPD berasal dari partai politik.

Dalam pendapatnya, Oesman sempat mengeluarkan umpatan yang ditujukan kepada MK dan putusan MK terkait larangan caleg DPD dari partai politik.

Akibat ucapan Oesman tersebut, MK kemudian melayangkan surat keberatan kepada Oesman.

Ucapan tersebut dinilai telah merendahkan martabat lembaga MK, individu hakim konstitusi, dan putusan MK yang berkekuatan hukum mengikat.

Sebelumnya, MK melalui putusannya bernomor 30/PUU-XVI/2018 menegaskan bahwa anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik.

Mahkamah dalam pertimbangannya mengakui bahwa ketentuan Pasal 182 huruf l UU Pemilu tidak tegas melarang anggota partai politik menjabat sebagai anggota DPD, meskipun putusan MK sebelumnya tetap menyebutkan bahwa anggota DPD tidak boleh diisi oleh anggota partai politik.

Sementara itu, terkait dengan anggota partai politik yang sudah mendaftarkan diri sebagai anggota DPD ke KPU, Mahkamah meminta KPU untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap mencalonkan diri sebagai anggota DPD dengan syarat sudah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik.

https://nasional.kompas.com/read/2018/08/01/19210691/dianggap-menghina-mk-ini-jawaban-oesman-sapta

Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke