"Jokowi dan Megawati curang. Sampai hari ini mereka tidak mau umumkan siapa Cawapres mereka. Bahkan konon akan diumumkan pada menit terakhir pendaftaran," kata Rachland dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/7/2018).
Taktik politik demikian, menurut Rachland, bisa merusak demokrasi. Sebab, publik tidak diberi kesempatan lapang untuk menilai kepantasan figur Cawapres.
"Ini juga taktik yang datang dari kesombongan karena menyuruh parpol lain membebek saja mengikuti kehendak atau titah Jokowi dan Megawati," tambah Rachland.
Rachland menegaskan partainya ingin hubungan sejajar yang berdasarkan sikap saling menghormati. Demokrat, lanjut dia, mau pendapat dan suaranya juga didengar dan jadi bahan pertimbangan.
"Maka, bila Jokowi menghendaki Demokrat bergabung, dia perlu memberitahu siapa cawapres yang dipilihnya. Agar kami bisa ikut menilai dan menakar kepantasannya," ujarnya.
Misalnya, apakah figur itu mampu mengisi kekurangan-kekurangan Jokowi dalam bidang pengelolaan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Atau kapabilitas dalam bidang-bidang lain yang membuat figur itu pantas menduduki posisi RI 2.
"Tidak bisa Jokowi dan Megawati memanggil kami masuk, menyuruh kami diam dan ikut saja pada kehendak mereka, dengan iming iming kursi kabinet bagi Demokrat. Kami harus diyakinkan bahwa pilihan yang diambil mereka benar," ujarnya.
Rachland menegaskan, sikap Demokrat yang mempermasalahkan posisi cawapres ini tidak berhubungan dengan upaya Demokrat menargetkan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon wakil presiden.
"Sudah berulangkali ditegaskan di media, kendati berbagai survei melaporkan AHY memegang elektabilitas tertinggi sebagai cawapres, ini bukan berarti kami tak bisa berunding bagi figur lain," tambah dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/26/20080021/demokrat-bila-jokowi-ingin-kami-bergabung-beritahu-siapa-cawapresnya