Salin Artikel

AHY yang Masih Sepi "Peminat"...

Namun, upaya partai berlambang bintang Mercy belum mendapatkan titik temu.

Terakhir, Partai Demokrat mencoba menduetkan AHY dengan Wakil Presiden yang juga tokoh senior Partai Golkar, Jusuf Kalla. Harapannya, Partai Golkar juga akan ikut berkoalisi untuk mengusung pasangan ini.

Untuk mengusung AHY, Partai Demokrat memang tidak bisa sendirian. Sebab, ada ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional yang harus dilewati.

Saat ini, Partai Demokrat mengantongi 61 kursi DPR atau 10,9 persen. Jika Partai Golkar yang memiliki 91 kursi DPR atau 16,2 persen bergabung, maka syarat ambang batas sudah terpenuhi.

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama AHY pun sudah bertemu dengan JK beberapa waktu lalu. SBY dan JK sama-sama membantah ada pembahasan terkait politik dalam pertemuan itu.

Namun, pasca-pertemuan yang berlangsung di kediaman SBY tersebut, para elite Partai Demokrat makin gencar menyuarakan duet JK-AHY.

Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan pun berharap pertemuan itu bisa membuka peluang koalisi antara Partai Demokrat dengan Partai Golkar.

"Jika PDI-P saat ini sudah ada koalisinya, begitu juga Partai Gerindra, diharapkan pertemuan ini membuka peluang koalisi alternatif Golkar-Demokrat," ucap Hinca.

Penolakan Partai Golkar

Namun, Partai Golkar yang kini dipimpin oleh Airlangga Hartarto sudah sejak lama menyatakan dukungan kepada Presiden Joko Widodo untuk bertarung kembali pada Pilpres 2019.

Sejumlah elite Partai Golkar juga sudah menyuarakan duet Jokowi-Airlangga.

Wacana Partai Demokrat untuk menduetkan JK-AHY pun ditolak mentah-mentah oleh Partai Golkar. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto meyakini, JK sebagai senior Partai Golkar akan mengikuti keputusan partai untuk mendukung Jokowi pada Pilpres 2019.

"Beliau sebagai senior Partai Golkar tentu mendukung sama dengan posisi Partai Golkar, adalah mendukung Pak Jokowi," kata Airlangga.

Baca: Ketum Golkar Sebut Jusuf Kalla Pasti Dukung Jokowi pada Pilpres 2019

"Pasti dukung Pak Jokowi," kata JK.

Bahkan, Ketua Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi mengatakan, JK sudah menyampaikan secara langsung penolakannya berduet dengan Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat itu.

"Dia (Kalla) sudah tolak, dia (Kalla) enggak mau, sudah kasih tahu ke Demokrat, dia (Kalla) tidak bisa lagi. Pak JK sudah kasih tahu langsung," kata Sofjan.

Menurut Sofjan, alasan penolakan itu karena pertimbangan waktu bersama keluarga setelah pensiun sebagai wapres.

Cari opsi lain

Partai Demokrat tidak mempermasalahkan sikap JK yang menolak berduet dengan AHY. Mereka justru berterima kasih karena JK telah memberikan kepastian dalam waktu yang tidak lama.

"Bagus kalau Pak JK sudah menyatakan begitu, jadi Demokrat, kader-kader kami paham peluang ini tidak bisa diwujudkan. Jadi kami bisa berpikir terhadap opsi lain," kata Ketua DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.

Ferdinand menegaskan, duet JK-AHY saat ini memang belum menjadi keputusan resmi partai. Munculnya wacana duet ini adalah aspirasi yang datang dari para kader. Ada juga opsi lain yang disuarakan para kader.

"Ada Anies-AHY, Gatot-AHY, Chairual Tanjung-AHY, Prabowo-AHY, bahkan Jokowi-AHY juga ada. Tetapi memang yang terbesar JK-AHY," kata dia.

Baca: JK Tolak Duet dengan AHY, Demokrat Cari Opsi Lain

Ferdinand pun meyakini penolakan JK bukan karena ia tidak bersedia berkoalisi dengan Demokrat dan berpasangan dengan AHY. Menurut dia, penolakan tersebut karena JK memang sudah ingin pensiun dari dunia politik seperti yang sering ia nyatakan ke media.

"Kalau dibilang menolak kan seolah beliau bersedia dengan yang lain tapi tidak dengan AHY. Tidak begitu," ujar Ferdinand.

Bahkan, Ferdinand menilai JK sebenarnya tengah memberi sinyal bagi Demokrat untuk mengusung duet Anies Baswedan-AHY pada Pilpres 2019.

Menurut Ferdinand, hal tersebut terlihat dari gestur JK yang dalam beberapa hari belakangan ini selalu bersama-sama dengan Anies.

"Karena beliau ingin istirahat (dari dunia politik), beliau memberi gestur politik yang tidak diucapkan, jadi kita melihatnya seperti itu. Pak JK menyampaikan sesuatu tanpa kata-kata, kalau mau ini (Anies) saja," kata Ferdinand.

Politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, meminta SBY bersikap realistis dan tidak memaksakan untuk mengusung putra sulungnya pada Pilpres 2019.

"Agus itu jadi menteri saja syukur. Tapi kalau jadi wapres, apalagi presiden, mimpi kali yee," kata Ruhut.

Menurut Ruhut, dengan pengalaman yang dimilikinya, AHY memang belum pantas untuk menjadi presiden atau wapres.

Ruhut mengacu pada pengalaman AHY di militer yang hanya mengemban tugas sampai berpangkat mayor. Ia menyarankan AHY untuk mencari pengalaman tambahan dan baru mencalonkan diri pada Pilpres 2024.

"Mayor itu kalau di Jakarta jadi Koramil. Kalau polisi, jadi Kapolsek," kata mantan anggota Komisi III DPR ini.

Menurut Ruhut, SBY bisa saja mengundurkan diri sebagai ketua umum Partai Demokrat dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada AHY. Atau, AHY juga bisa menjadi anggota DPR maju sebagai calon legislatif dari Partai Demokrat.

Terakhir, SBY juga bisa membawa Partai Demokrat mendukung Jokowi pada 2019 dan menawarkan AHY sebagai menteri.

"Aku minta SBY cepat-cepatlah deklarasi, nyatakan sikap dukung Pak Jokowi. Biar Agus bisa di pemerintahan, menterilah," kata Ruhut.

Relawan Jokowi di Bravo 5 ini meyakini, Jokowi akan memberikan timbal balik dengan menjadikan AHY menteri apabila Partai Demokrat bersedia bergabung pada Pilpres 2019.

Namun, ia menyarankan agar deklarasi dukungan itu disampaikan dalam waktu dekat.

"Menterinya juga lihat-lihat, enggak mungkinlah menteri pertahanan pangkatnya mayor. Nanti orang ketawa. Biarlah menpora atau menteri desa," ujar dia.

Anak SBY

Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai wajar apabila AHY sepi peminat. Menurut dia, sosok AHY sendiri memang tidak menjual.

"Dari survei, persepsi publik terhadap AHY adalah anak SBY, mantan calon gubernur DKI, mantan militer. Khususnya soal anak SBY, kalau hanya mengandalkan kharisma SBY saja, maka sulit orang mengenal siapa AHY," ujar Hendri.

AHY, menurut Hendri, memang cukup populer, meski elektabilitasnya masih sangat rendah. Namun, faktor popularitas itu sendiri bukan berorientasi pada politikus atau calon pemimpin.

Dengan gaya AHY yang terkesan elitis, Hendri berpendapat persepsi publik lebih mengarahkan bahwa AHY adalah seorang selebritis.

"Yang saya takutkan dengan apa yang dilakukan saat ini, AHY justru sedang menapaki alur karier sebagai selebritis, bukan karier sebagai politikus atau calon pemimpin," ujar Hendri.

Baca: Sosok AHY Dinilai Kurang Menjual karena Label "Änak SBY"

Hendri menyarankan, AHY lebih luwes lagi dalam bergaul di dunia politik. Tidak hanya dengan internal di Partai Demokrat, AHY disarankan bergaul juga dengan politisi muda di luar partainya.

Hanya dengan komunikasi yang luwes itulah sosok AHY lama kelamaan akan memiliki karakter dan terpisah dengan kharisma sang ayah.

Pengamat politik dari PARA Syndicate, Ari Nurcahyo menilai, SBY sebaiknya menyiapkan AHY untuk Pilpres 2024. Sebab, menurut Ari, Pemilu 2024 akan menjadi momentum tepat bagi Agus dari sisi usia dan pengalaman politik.

"Jika saya SBY, saya akan mendudukkan AHY untuk kontestasi 2024. Karena pada periode 2024 tersebut memang menjadi panggung bagi generasi emas AHY," kata Ari.

https://nasional.kompas.com/read/2018/07/06/08585711/ahy-yang-masih-sepi-peminat

Terkini Lainnya

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke