Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menilai, akan ada empat implikasi bila RKUHP disahkan.
"Pertama, terbitnya Perda-Perda diksiminatif. Sekarang saja tanpa itu disahkan, Aceh menjadi satu provinsi yang menerapkan," ujarnya di Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Kedua, implikasi bila RKUHP disahkan, kata Usman, yakni pernyataan-pernyataan diskriminatif akan semakin meningkat.
Ketiga, akan terjadi pemenjaraan kepada orang-orang yang dianggap menyimpang oleh KUHP. Misalnya, kelompok masyarakat trans gender.
Keempat, hal yang lebih buruk yaitu persekusi akan kian marak. Persekusi akan dilakukan oleh kelompok-kelompok yang selama ini dinilai mensponsori politik kebencian untuk aksi main hakim sendiri.
"Tentu harapan pertama, RKUHP tidak disahkan. Pemerintah harus menariknya karena di DPR tidak ada satu partai politik pun yang ingin menarik ini," kata Usman.
"Kalau emang ini terpaksa disahkan, keinginan kami itu tidak dipraktikan. Tentu itu yang sulit," sambung dia.
Pemerintah terus berupaya agar pasal-pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih tertahan pembahasannya di DPR RI dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, Kemenkumham terus berkomunikasi dengan DPR untuk bernegosiasi soal sejumlah pasal dalam RKUHP yang menjadi sorotan publik.
"Hasilnya ya kita lihat nanti, namanya juga sedang negosiasi," ujar Yasonna saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Diberitakan, Panitia Kerja DPR telah selesai membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana. Namun, gagal disahkan dalam sidang paripurna atas alasan masih ada pasal yang membutuhkan pembahasan lebih mendalam.
Sejumlah pasal pada RKUHP diketahui masih menuai polemik di publik.
Pertama, penyusunan pasal-pasal dalam RUU KUHP itu menyangkal kebutuhan terpenting dalam sistem hukum yaitu adanya monitoring dan evaluasi ketentuan pidana.
Kedua, RKUHP masih mempertahankan pasal yang pernah diputus inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi.
Ketiga, sebagaimana disebutkan dalam Naskah Akademik, pembaruan terhadap KUHP memiliki misi besar sebagai peletak dasar bangunan sistem hukum pidana nasional.
Salah satu turunan dari tujuan besar tersebut adalah dekolonialisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana, demokratisasi hukum pidana, dan penyesuaian terhadap perkembangan nasional maupun internasional.
Namun, dari RKUHP yang ada hingga saat ini, terlihat bahwa misi untuk melakukan setidaknya demokratisasi hukum pidana belum tercapai. Ancaman pidana penjara masih cukup tinggi dan dikedepankan.
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/22/20272111/jika-pemerintah-tidak-tarik-rkuhp-empat-hal-ini-dikhawatirkan-terjadi