Salin Artikel

RKUHP Tak Perlu Buru-buru Disahkan Jika Hanya Mengejar "Legacy"

Menurutnya, masih banyak pasal yang belum tuntas dibahas. Di sisi lain, revisi sejumlah pasal juga tidak memperhatikan implikasinya.

Dengan kata lain dibuat tanpa proses regulatory impact assessment.

"Saya melihatnya mereka ingin punya legacy. Ingin dicatat 'Pada periode DPR 2014-2019 akhirnya sebuah KUHP nasional bisa disahkan'," kata Bivitri di Jakarta, Jumat (9/2/2018).

"Kelihatannya legacy seperti itu. Tetapi menurut saya, kalau tidak realistis dan cuma sekadar mengejar prestasi seperti itu, jangan (buru-buru disahkan)," lanjutnya.

Bivitri mengatakan, KUHP yang ada saat ini adalah warisan kolonial, dibuat tahun 1870. Tentu saja banyak hal yang harus direvisi, diantaranya konversi denda, serta penambahan jenis tindak pidana.

Akan tetapi, dalam pembahasan revisi KUHP, Bivitri mengingatkan agar DPR tidak memperlakukan KUHP layaknya undang-undang biasa, yang bisa dinegosiasi.

"Harusnya pola pembahasannya tidak ada negosiasi oleh partai-partai politik. Tapi dipimpin langsung oleh ahli-ahli hukum pidana. Seperti fit and proper test hakim konstitusi, dulu pernah pakai panel ahli," katanya.

Kemudian, lanjutnya, pembuat undang-undang juga tidak menghitung implikasi dari pasal-pasal yang direvisi. Misalnya, kata Bivitri, soal perluasan pasal zina.

Semestinya yang dilihat bukan hanya perkara asusilanya. Melainkan, pihak-pihak yang potensial dipidana karena perluasan pasal zina ini.

Bivitri mengatakan, tidak hanya orang-orang "liberal" dalam hal seksual saja yang bisa dipidana, tetapi juga orang-orang "konservatif".

"Istri kedua, ketiga, keempat yang nikahnya siri, artinya tidak sah di mata negara, berarti bisa kena (pasal ini)," kata Bivitri.

"DPR memperhitungkan dampak itu tidak? Yang di front liner, polisi, aparat penegak hukum, hakim, sanggup enggak memproses hal seperti itu? Hal seperti itu tidak dihitung oleh DPR sepertinya, karena negosiasinya dangkal saja," pungkas Bivitri.

https://nasional.kompas.com/read/2018/02/09/22030171/rkuhp-tak-perlu-buru-buru-disahkan-jika-hanya-mengejar-legacy

Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke