Menurut Arya, Jokowi tengah melakukan persiapan agar tak terlalu tergantung dengan kekuatan PDI-P sebagai parpol pendukung utama.
Hal ini terlihat dari langkah Jokowi menambah jatah kursi menteri dan memberikan perlakuan istimewa untuk Partai Golkar.
"Dengan memberi penambahan kursi (ke Golkar), Jokowi ingin tingkatkan bargain dengan PDI-P. Meskipun Jokowi adalah kader PDI-P, namun sampai sekarang PDI-P belum deklarasi dukungan ke Jokowi," kata Arya kepada Kompas.com, Kamis (18/1/2018).
Dalam perombakan kabinetnya, Jokowi memilih Sekjen Partai Golkar Idrus Marham sebagai Menteri Sosial.
Idrus dipercaya menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang maju di Pilkada Jawa Timur.
Jokowi memberikan perlakuan istimewa terhadap Airlangga dengan mengizinkannya untuk rangkap jabatan.
Padahal, hal tersebut bertentangan dengan komitmen awalnya yang melarang menteri rangkap jabatan di parpol.
"Tentu ini adalah upaya untuk Jokowi ingin dapat garansi dukungan (Golkar) di Pilpres," kata Arya.
Baca: Pengamat: Ada yang Mengganjal dari Jokowi dalam Reshuffle Kali Ini...
Partai Golkar saat ini memiliki kursi DPR terbanyak kedua setelah PDI-P. Partai berlambang pohon beringin itu punya 91 kursi atau 16,2 persen.
Sementara, sesuai undang-undang, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi minimal 20 persen kursi DPR untuk mengusung pasangan calon di pilpres 2019.
"Jokowi hanya membutuhkan satu atau dua parpol lagi untuk mencukupi dukungan," ujar Arya.
Dengan kondisi ini, Arya menilai, posisi tawar Jokowi terhadap PDI-P akan semakin tinggi. Apalagi, sebelumnya Jokowi juga sudah mendapatkan dukungan dari parpol kecil-menengah seperti Hanura, Nasdem, dan PPP.
"Jadi kalau misalnya nanti PDI-P dalam proses pencalonan ngotot minta wapres, Jokowi bisa mengatakan dengan gampang dia sudah punya dukungan partai lain juga," ujar Arya.
"Kalau PDI-P enggak mau dukung ya bagi Jokowi sudah aman. Itu targetnya," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/01/18/18591941/istimewakan-golkar-jokowi-dinilai-berusaha-lepas-dari-pdi-p