Hal ini terkait rencana sejumlah partai politik (parpol) yang dinyatakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak memenuhi kelengkapan dokumen untuk mempersoalkan kewajiban pengisian data melalui sistem informasi partai politik (Sipol).
Anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, hal terpenting dalam penanganan dugaan pelanggaran administrasi adalah pembuktian kebenaran dari fakta-fakta yang disampaikan oleh pelapor.
"Kemudian kami akan menghubungkan antara fakta dengan pengaturan Undang-undang (7/2017) maupun PKPU (11/2017)," kata Ratna di Jakarta, Selasa (24/10/2017).
"Namun prinsip dasar, peraturan teknis tidak boleh mengalahkan peraturan yang bersifat umum, yaitu Undang-Undang, karena konsep-konsep dasar perlindungan hak asasi calon peserta pemilu itu kan ada di dalam Undang-Undang," papar dia.
Ratna mengatakan, Sipol merupakan mekanisme yang dibuat oleh KPU melalui PKPU untuk parpol yang mendaftarkan diri.
Sipol ini berkaitan dengan prosedur dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi parpol calon peserta Pemilu 2019.
Oleh karena itu, menurut Ratna, Sipol seharusnya bisa menjamin dua hal, yaitu soal legalitas hukum serta hak konstitusional calon peserta pemilu.
"Sepanjang Sipol ini bisa menjamin dan terlihat KPU memang melakukan upaya-upaya dalam memberikan pelayanan dalam penggunaan Sipol, itu tentu akan kami pelajari dalam proses pembuktian," kata Ratna.
Sementara itu, ketika ditanya apakah Bawaslu akan mengajukan uji materi PKPU Nomor 11 Tahun 2017 yang mengatur soal Sipol ke Mahkamah Agung (MA), Ratna mengatakan, Bawaslu belum akan melakukan langkah itu.
"Kami masih melakukan langkah-langkah lain dalam rangka perlindungan konstitusional dan memberikan pelayanan kepada calon peserta pemilu yang merasa dirugikan melalui penanganan pelanggaran," kata Retno.
https://nasional.kompas.com/read/2017/10/24/23141861/bawaslu-utamakan-hak-konstitusional-calon-peserta-pemilu