Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Tunggu Bukti Baru Kasus Dugaan Pelanggaran Kode Etik Wakil Ketua MA

Kompas.com - 18/05/2017, 19:57 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) siap menerima bukti-bukti baru terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Suwardi.

Suwardi dilaporkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI Nasional) kepada KY atas dugaan melanggar kode etik.

Dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Suwardi terkait pelantikan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indoensia periode 2017-2019.

Sekumpulan advokat muda yang tergabung dalam Aliansi Advokat Muda Indonesia (AAMI) memberikan dukungan moril kepada PBHI Nasional dan KY untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Mereka juga siap memberikan data tambahan yang dibutuhkan KY.

"Kami menambahkan, kalau rekan-rekan dari AAMI ini ada bukti tambahan, ya kami siap menerimanya, dan mudah-mudahan itu menjadi bahan juga untuk di Pleno," ungkap Kepala Bidang Perekrutan Hakim Komisi Yudisial Maradaman Harahap, di Jakarta, Kamis (18/5/2017).

(Baca: Tolak Oesman Sapta, 23 Anggota DPD Dana Resesnya Dibekukan)

 

Maradaman mengatakan, KY telah menindaklanjuti laporan dari PBHI Nasional. Setelah analisis yang dilakukan oleh tim serta proses registrasi, saat ini mereka tengah dalam proses panel. Setelah proses panel selesai, maka proses berikutnya adalah pleno.

"Boleh jadi di pleno nanti, tambahan bukti bisa mengubah dari hasil panel itu sendiri. Jadi, kalau memang ada bukti baru, kami siap untuk menampung untuk disampaikan nanti kepada teman-teman di Waskim (Pengawasan Hakim) dan disampaikan di berkasnya," ucap Maradaman.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua AAMI Rizky Sianipar menuturkan, sejauh ini mereka telah mengumpulkan data-data yang akan mendukung laporan PBHI Nasional.

"Data-data termasuk dari media tentang pelantikan, prosedural pelantikan, persidangan, pemilihan," kata Rezky.

(Baca: Ketua MA Diminta Batalkan Pelantikan Ketua DPD)

Sementara itu, perwakilan AAMI dari Jawa Barat Hendra Supriyatna mengatakan, mereka juga memiliki kumpulan dokumentasi mengenai Wakil Ketua MA sebelum proses pemanduan sumpah pimpinan DPD RI periode 2017-2019.

"Terkait pertemuan Suwardi dengan beberapa oknum parpol sebelum dilakukan pelantikan. Dokumentasi itu akan kami kumpulkan untuk melengkapi data yang sudah dilaporkan (PBHI Nasional)," imbuh Hendra.

Lebih lanjut, Hendra menyampaikan, pihaknya mempertanyakan kejanggalan pelantikan pimpinan DPD RI periode 2017-2019.

"Apakah Wakil Ketua MA ini mewakili secara institusi atau pribadi? Menurut data-data yang ada di kami, belum ada mandat kepada Suwardi untuk melakukan pelantikan," ucap Hendra.

Kompas TV Pelantikan Osman Sapta Odang, Nono Sampono, dan Darmayanti sebagai pimpinan DPD peridoe 2017-2019 kian memperuncing masalah di tubuh DPD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com