Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Kepala BPPN Cabut Gugatan Praperadilan untuk Perbaikan

Kompas.com - 15/05/2017, 17:20 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Muhammad Ridwan, pengacara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung mencabut gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Gugatan praperadilan yang dicabut tersebut terkait penetapan tersangka Syafruddin oleh KPK atas kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Gugatan tersebut dicabut karena pihaknya hendak melakukan perbaikan terhadap gugatan.

"Kita harus sempurnakan," kata Ridwan, kepada awak media usai menjalani sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (15/5/2017).

Tersangka Kasus SKL BLBI Gugat KPK melalui Praperadilan

Gugatan praperadilan tersebut didaftarkan tanggal 3 Mei 2017. Namun, pihaknya kemudian menyurati pengadilan untuk mencabut gugatan tersebut karena menemukan bukti baru untuk kasus yang menimpa kliennya.

Ia tidak bersedia menyebut rinci buktinya, namun ada yang berkaitan dengan penetapan tersangka oleh KPK terhadap kliennya.

"Kita akan buktikan penetapan Pak Syaf jadi tersangka itu KPK enggak punya alat bukti ya kan," ujar Ridwan.

"Nah, kaitannya dengan itu informasinya kita belum bisa sampaikan mohon maaf. Tapi nanti setelah permohonan ini dimasukan kita bisa sampaikan," ujar Ridwan.

Sekjen PDI-P: BLBI Diungkit Terus-menerus, Muncul Jelang Pemilu

Pihaknya berencana mendaftarkan ulang lagi gugatan praperadilan terhadap KPK setelah menyempurnakan gugatan pada pekan depan.

"Ya enggak lama-lama, paling lambat minggu depan," ujar Ridwan.

KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka karena diduga saat menjabat sebagai Kepala BPPN pada 2004, dia mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.

Wapres Anggap Korupsi BLBI karena Pelaksanaan Kebijakan

Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Litigasi yang dimaksud adalah membawa penyimpangan penggunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dilakukan BDNI di bawah kendali Sjamsul Nursalim ke pengadilan.

Sedangkan restrukturisasi adalah upaya perbaikan cara kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya.

Hasil restrukturisasinya adalah Rp 1,1 triliun dapat dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak, sedangkan Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi.

Artinya ada kewajiban BDNI sebesar Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan dan menjadi kerugian negara.

Kompas TV KPK terus berupaya mengungkap kasus korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com