Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal HTI, Pemerintah Dinilai seperti Tak Paham UU Ormas

Kompas.com - 09/05/2017, 06:38 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto, menilai tindakan pemerintah yang secara tiba-tiba mengajukan pembubaran dan melarang kegiatan organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebagai tindakan yang tidak tepat.

Yandri mengkritik pidato yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Senin (8/5/2017) siang.

"Apa yang disampaikan Wiranto kurang pas. Seolah pemerintah tidak tahu tentang Undang-Undang Ormas," ujar Yandri saat menjadi pembicara dalam program Satu Meja di Kompas TV, Senin malam.

Menurut Yandri, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebenarnya sudah menjelaskan secara rinci mekanisme dan syarat pembentukan maupun pembubaran ormas.

Menurut Yandri, apabila suatu ormas dinilai melanggar persyaratan pendirian yang diatur, maka pemerintah dapat menggunakan mekanisme selanjutnya yang tertuang dalam undang-undang.

Misalnya, apabila HTI dinilai bertentangan dengan Pancasila, maka pemerintah dalam melakukan beberapa tahapan tindakan yang diatur dalam Pasal 68 hingga Pasal 72 UU Ormas.

Sebagai contoh, menurut Yandri, pemerintah bisa mengeluarkan peringatan tertulis secara berjenjang. Apabila pelanggaran ormas tetap terjadi, maka pemerintah bisa melakukan pembekuan sementara terhadap badan hukum ormas.

Setelah itu, dalam langkah selanjutnya pemerintah dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan. Menurut Yandri, apabila putusan hakim sudah berkekuatan hukum tetap, maka pemerintah melalui menteri terkait dapat mengeluarkan pengumuman pembubaran ormas.

"Makanya Undang-Undang Ormas lahir agar jangan sampai pemerintah dianggap represif, seenak saja membubarkan perkumpulan yang dibuat anak bangsa ini. Tetapi juga ormas tidak boleh menyimpang dari dasar negara," kata Yandri.

Juru Bicara HTI Ismail Yusanto yang bergabung dalam program "Satu Meja" di Kompas TV melalui sambungan telepon mengatakan bahwa HTI tidak pernah menerima peringatan apa pun dari pemerintah.

"Tidak ada. Jangankan peringatan ketiga, pertama saja tidak ada," kata Ismail.

(Baca juga: HTI: Kami Tidak Pernah Diberikan Surat Peringatan oleh Pemerintah)

Wiranto mengatakan, kegiatan HTI terindikasi kuat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana diatur dalam UU Ormas.

Dalam keputusan tersebut, Wiranto memaparkan tiga alasan pemerintah membubarkan HTI.

Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.

Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ormas.

Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

(Baca: Ini Alasan Pemerintah Bubarkan Hizbut Tahrir Indonesia)

Menurut Wiranto, dalam waktu dekat pemerintah akan mengajukan gugatan pembubaran HTI melalui pengadilan.

Kompas TV HTI Tak Merasa Bertentangan dengan Pancasila
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com