JAKARTA, KOMPAS.com - Dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, dituntut 2 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Keduanya juga dituntut membayar denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar jaksa Kiki Ahmad Yani, saat membacakan tuntutan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/5/2017).
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan kedua terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Meski demikian, jaksa menilai keduanya bersikap kooperatif selama persidangan. Keduanya telah mengakui perbuatan dan merasa menyesal.
Selain itu, hal lain yang meringankan tuntutan, kedua terdakwa mau membantu penegak hukum dalam mengungkap pelaku lain yang memilki peran lebih besar.
(Baca: Dua Terdakwa Akui Beri Uang kepada Pejabat Bakamla)
Menurut jaksa, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta terbukti menyuap empat pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla). Keempatnya yakni, Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar 100.000 dollar Singapura dan 88.500 dollar AS, dan 10.000 Euro.
Eko juga sebagai Sekretaris Utama Bakamla dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016.
Kemudian, Bambang Udoyo, selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla sebesar 105.000 dollar Singapura. Ia juga merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Selanjutnya, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan sebesar 104.500 dollar Singapura, dan Tri Nanda Wicaksono selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla sebesar Rp 120 juta.
Menurut jaksa, pemberian itu dilakukan agar PT Melati Technofo Indonesia yang dimiliki Fahmi Darmawansyah, dimenangkan dalam kegiatan pengadaan monitoring satelit di Bakamla.
(Baca: Kasus Suap Bakamla, KPK Cari Politisi PDI-P Ali Fahmi)
Keikutsertaan perusahaan milik Fahmi diawali kedatangan politisi PDI Perjuangan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi.
Ali Fahmi yang merupakan staf khusus Kepala Bakamla Arie Soedewo datang ke Kantor PT Merial Esa di Jalan Imam Bonjol, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Ali Fahmi menawarkan Fahmi Darmawansyah untuk bermain proyek di Bakamla.
Namun, Fahmi diminta untuk mengikuti arahan Ali Fahmi, dan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.