Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Baru Pertanahan

Kompas.com - 30/03/2017, 18:48 WIB

oleh: Bambang Kesowo

Pemerintah dan DPR saat ini sedang bersiap membahas Rancangan Undang-Undang Pertanahan. Artinya, sedang dipersiapkan kebijakan baru di bidang pertanahan.

Siapa yang berprakarsa, tidak lagi penting. Kabarnya, selain keinginan ”menyempurnakan” Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), beberapa konsepsi baru tampaknya dimasukkan ke dalamnya. Latar belakang dan tujuannya sudah barang tentu baik. Secara akademik pasti sudah melalui kajian mendalam. Oleh karena itu, kita mesti berprasangka ada ”gereget” yang positif di belakang itu semua. Bagian mana yang memerlukan perhatian?

Substansi dan arah kebijakan

Aspek teknik dan perumusan RUU pastilah ada. Begitu pula aspek ideologi, politik, dan pemerintahan yang terkait di dalamnya. Kalaupun jadi bahan perdebatan, mudah-mudahan tak sampai menjadi gegeran. Namun, aspek-aspek itu bukan obyek utama tulisan ini. Justru kewaspadaan terhadap kemungkinan timbulnya masalah yang menyertai beberapa substansi dan arah kebijakan baru di dalamnyalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Semua itu karena lingkup dan dampaknya yang pasti akan memberikan pengaruh, yang tidak akan sederhana terhadap penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pembangunan.

Satu di antara beberapa substansi dan arah kebijakan baru itu rasa-rasanya malah akan menguji aspek yang lebih luas: cita berkehidupan berbangsa dan bernegara. Substansi dan arah kebijakan baru apa atau yang mana sajakah yang perlu kita cermati?

Pertama, perubahan jenis hak atas tanah. Semula dalam UU tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) 1960, dikenal beberapa jenis hak, seperti hak milik, hak pakai, hak guna bangunan (HGB), dan hak guna usaha (HGU). Dalam konsepsi baru ini, jenis hak itu disederhanakan menjadi hanya terdiri dari hak milik dan hak pakai. Idenya, HGB dan HGU akan menjadi hak pakai untuk bangunan dan hak pakai untuk usaha.

Kedua, introduksi (mungkin tepatnya formalisasi pengakuan) masyarakat (hukum) adat dan penguasaannya atas tanah ulayat. Sebagai pelaksana hak menguasai tanah negara, pemerintah dapat menetapkan berdasarkan syarat tertentu, keberadaan masyarakat (hukum) adat tertentu, di wilayah tertentu, dan menetapkan bidang tanah tertentu sebagai hak adat (ulayat) yang dikuasai masyarakat hukum adat dimaksud.

Ketiga, pencabutan (bagian) hak atas tanah yang dinyatakan sebagai ”telantar”, yang oleh pemerintah akan disediakan antara lain sebagai (dijadikan) obyek kebijakan reforma agraria (dalam RUU didefinisikan sebagai penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, atau pemanfaatan tanah yang berkeadilan disertai penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Singkatnya: dibagikan kepada rakyat).

Ketiga contoh tadi pastilah menggambarkan tekad politik pertanahan yang baru. Selain keinginan untuk lebih menampilkan cita kesejahteraan dan menyederhanakan administrasi pertanahan, introduksinya agaknya juga dimaksudkan untuk merefleksikan keinginan mewujudkan pengaturan yang berbasis tatanan sosial yang dahulu dikenal dalam masyarakat adat. Namun, sebaik-baik konsepsi dan tujuannya, yang tidak kalah penting adalah kesiapan elaborasi kebijakan baru tersebut, pranata dan implementasinya. Yang banyak diharapkan tentunya pelaksanaan yang mulus dan sejauh mungkin tidak menimbulkan persoalan baru, tidak menyebabkan kegaduhan, bahkan tidak menimbulkan kesulitan baru utamanya bagi rakyat dan dunia usaha.

Justru di tiga bagian itulah diperlukan kewaspadaan! Salah satu sebabnya sejauh ini memang belum jelas benar bagaimana kira-kira elaborasi konsepsi tadi, berikut operasionalisasinya. Ambil contoh soal penyederhanaan jenis hak atas tanah. Demi kepastian hukum, pastilah akan diperlukan yang namanya penyesuaian atau proses perubahan atau transformasi dari HGU dan HGB menjadi hak pakai tadi. Bukan saja diperlukan perlakuan dan jangka waktu transisi, melainkan juga proses administrasi yang akan berlangsung.

Berapa banyak HGU dan HGB yang harus dikonversi berikut penyelesaian sertifikat haknya? Kesiapan aspek administrasi ini sebaiknya tidak dipandang enteng, apalagi disepelekan. Bukankah masih begitu banyak bukti penguasaan atau pemilikan tanah yang sampai sekarang pun masih sangat banyak yang belum terselesaikan proses dan sertifikasinya?

Bagi dunia usaha yang berbasis pemanfaatan lahan, masalah itu menjadi sangat penting. Bagi kalangan dunia usaha, proses penyelesaian hak atas tanah untuk usaha yang ada saat ini pun masih banyak yang belum tuntas meski sudah bertahun-tahun diurus. Bagi dunia usaha, soal penyesuaian/ transformasi kebijakan baru tersebut akan menjadi proses baru yang tidak mudah, baik dari sisi waktu, tenaga, maupun biaya.

Bilamana di kalangan pelaku usaha yang sudah ada saja dirasakan tidak sederhananya menyelesaikan permasalahan pertanahan ini, bagaimana pemerintah akan berhasil meyakinkan calon investor yang demikian dielu-elu untuk masuk ke Indonesia? Masalah dana dan teknologi bisa diupayakan. Namun, jika menyangkut persoalan yang erat kaitannya dengan aspek kepastian, termasuk hak atas tanah/lahan, bisa-bisa mereka berpikir ulang dua kali atau lebih.

Adalah biasa dalam pelaksanaan perubahan jenis hak tadi diakomodasi teknik lama yang plastis sifatnya, baik secara hukum maupun politik. Bentuknya biasanya berupa sisipan ketentuan bahwa HGU atau HGB yang selama ini sudah ada akan tetap diakui. Namun, cara pandang ini membawa konsekuensi hadirnya duplikasi dan kondisi ini jelas tak baik dalam pembangunan sebuah sistem. Atau mungkin juga diberi transisi bagi penyesuaiannya, katakanlah tiga tahun atau lima tahun atau lebih. Dari segi teknis perundang-undangan, yang terakhir ini tampak seperti jalan keluar. Namun, bagi negara, pendekatan ini akan sangat menuntut kerja keras aparat pertanahan nasional. Mereka harus menyelesaikan penyesuaian ini di tengah masih menumpuknya kerja penyertifikatan tanah yang telah ada selama ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com