JAKARTA, KOMPAS.com - Para saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) dinilai rawan mendapat intimidasi dari para pelaku yang berpotensi menjadi tersangka.
Meski demikian, para saksi dapat meminta perlindungan keamanan. Caranya dengan melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Kalau ada yang merasa diancam, bisa melaporkan langsung kepada KPK," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Jumat (10/3/2017).
Febri mengatakan, para saksi tidak perlu merasa khawatir apabila ada ancaman dari pihak-pihak tertentu. Laporan yang diterima akan ditindaklanjuti KPK dengan berkoordinasi dengan LPSK, untuk menentukan langkah perlindungan.
(Baca: Ini Daftar Mereka yang Disebut Terima Uang Proyek E-KTP)
KPK juga mengingatkan pihak-pihak tertentu yang berkaitan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP untuk tidak mengancam atau mengintimidasi saksi. Menurut Febri, pihak yang mengancam saksi dapat dinilai menghalangi penyidikan dan bisa dikenai sanksi pidana.
"Kami harap semua pihak bisa menahan diri untuk tidak mengintervensi proses hukum ini," kata Febri.
Sebelumnya, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting mengatakan, pengungkapan kasus e-KTP sangat bergantung pada keberadaan saksi. Terlebih lagi, banyak nama besar yang diduga terlibat dan menerima uang.
Untuk itu, mekanisme proteksi terhadap saksi-saksi kunci, whistleblower, maupun justice collaborator dalam kasus ini harus dilakukan secara optimal.
"Dengan demikian, kerja sama KPK dengan LPSK menjadi penting," kata Miko.