JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie berharap, tidak ada desakan di internal partai untuk menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar untuk menggantikan ketua umum.
Hal itu disampaikan menyikapi disebutnya nama Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, dalam dakwaan kasus dugaan korupsi e-KTP.
“Jangan sampai kita hanya berpikir pragmatis, hanya mencari posisi atau jabatan. Dan setiap ada persoalan langsung berpikir untuk diselenggarakannya Munaslub,” kata Aburizal dalam keterangan tertulis, Jumat (10/3/2017).
(baca: Banyak Politisi Terseret Kasus E-KTP, Setya Novanto Prihatin)
Pria yang akrab disapa Ical itu mengingatkan, agar seluruh kader Golkar bersatu dalam menghadapi situasi apapun.
Di samping juga menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi kader secara bersama-sama.
Golkar, kata Ical, telah memiliki mekanisme tersendiri dalam menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi setiap kadernya.
(baca: Novanto Tak Disebut Terima "Fee" Korupsi E-KTP, Ini Penjelasan KPK)
“Jika ada perbedaan pandangan, saya meminta untuk menyelesaikannya melalui mekanisme internal partai yang berlaku selama ini,” ujar mantan Ketua Umum Golkar itu.
Dalam dakwaan bagi dua terdakwa kasus e-KTP, Novanto selaku Ketua Fraksi Golkar ketika itu disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.
Menurut jaksa KPK, Novanto bersama Andi Narogong, Anas Urbaningrum, dan Nazaruddin, menyepakati anggaran proyek e-KTP sesuai grand design 2010, yaitu RP 5,9 triliun.
(baca: Siapa Penerima "Fee" Terbesar dari Kasus Korupsi E-KTP?)
Dari anggaran itu, rencananya 51 persen atau Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP.
Sedangkan 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun akan dibagi-bagi ke sejumlah pihak.
Novanto bersama Andi, Anas, dan Nazaruddin kemudian disebut mengatur pembagian anggaran dari 49 persen yang rencananya akan dibagi-bagi.