Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tetapkan Staf Putu Sudiartana sebagai "Justice Collaborator"

Kompas.com - 05/01/2017, 09:45 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua terdakwa yang terkait dalam perkara suap yang melibatkan anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana, Suhemi dan Novianti, sebagai justice collaborator.

Keduanya dianggap sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam membongkar kasus korupsi yang melibatkan pelaku lain.

"Bahwa dalam penyidikan dan persidangan, kedua terdakwa telah membuka keterlibatan pelaku utama, sehingga sudah selayaknya permohonan JC dapat diberi dan dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan tuntutan," ujar Jaksa KPK Dzakiyul Fikri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/1/2017).

Suhemi yang merupakan orang kepercayaan Putu dituntut 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara, Novianti yang merupakan staf pribadi Putu dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

(Baca: Orang Kepercayaan dan Staf Putu Sudiartana Dituntut 4,5 Tahun dan 5 Tahun Penjara)

Menurut jaksa, kedua terdakwa dinilai melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Jaksa menilai perbuatan kedua terdakwa bertentangan dengan program pemerintah memberantas korupsi. Perbuatan keduanya juga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Kasus ini bermula pada sekitar Agustus 2015, saat Suhemi menemui pihak swasta bernama Desrio Putra. Suhemi mengaku sebagai teman Putu dan menawarkan dapat membantu pengurusan anggaran di DPR.

Selanjutnya, Suhemi minta dipertemukan dengan Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Barat, Suprapto. Desrio Putra kemudian menjelaskan kepada Suprapto mengenai Suhemi yang dapat membantu menambah anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK), yang dapat digunakan untuk pembangunan dan perawatan jalan di Provinsi Sumbar.

Suprapto kemudian meminta Desrio untuk menemui Indra Jaya, yang merupakan Kepala Bidang Pelaksana Jalan pada Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman, untuk mendiskusikan masalah anggaran tersebut.

Suprapto kemudian meminta Indra Jaya untuk membuat surat pengajuan DAK yang jumlahnya sebesar Rp 530,7 miliar. Namun, setelah menemui Putu di Gedung DPR, Suprapto meminta Indra untuk menambah permintaan anggaran menjadi Rp 620,7 miliar.

Dalam pertemuan di Gedung DPR, Putu menjanjikan bahwa anggaran yang diusulkan tidak hanya untuk pembangunan jalan, namun juga untuk pembangunan gedung dan pengadaan air bersih.

Suprapto kemudian meminta Putu agar anggaran dapat ditambah, dengan jumlah yang berkisar antara Rp 100 miliar hingga Rp 150 miliar. Putu menyetujuinya, dan meminta agar disediakan imbalan sebesar Rp 1 miliar.

(Baca: Putu Sudiartana Minta agar Uang Suap Diganti Dollar Singapura)

Pada 20 Juni 2016, dilakukan pertemuan di ruang rapat Dinas Prasarana Jalan, yang dihadiri oleh Suprapto, Suhemi, Indra Jaya, dan beberapa pengusaha yakni, Yogan Askan, Suryadi Halim alias Tando, Hamnasri Hamid, dan Johandri. Dalam pertemuan disepakati fee untuk Putu sebesar Rp 500 juta.

Uang sebesar Rp 500 juta tersebut berasal dari Yogan sebesar Rp 125 juta, Suryadi Rp 250 juta, Johandri Rp 75 juta, dan Hamid Rp 50 juta.

Penyerahan uang dilakukan secara bertahap melalui beberapa rekening kepada staf pribadi Putu yang bernama Novianti.

Kompas TV KPK Periksa Anggota DPR Putu Sudiartana
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com