JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Priyo Budi Santoso mengapresiasi langkah pemerintah untuk memantau percakapan yang berkembang di media sosial dan beredarnya berita HOAX di media massa.
Namun, ia berharap langkah pemerintah bukan merupakan respons sesaat atau kegagapan terhadap jangkauan media sosial yang kini sangat besar dan luas.
"Saya berharap pemerintah bukan hanya respons reaktif karena berita bohong itu dianggap membahayakan policy pemerintah kemudian dihukum. Itu tidak boleh terjadi," kata Priyo di Kantor ICMI Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2017).
"Itu akan terjadi reaksi balik yang antipati atas keinginan pemerintah," sambungnya.
(Baca: Kepala Staf Kepresidenan: Medsos Dipakai Mendelegitimasi Pemerintah)
Pemerintah, kata dia, seharusnya mengatur secara menyeluruh soal media sosial. Bahkan jika perlu diterapkan dalam aturan yang ditetapkan bersama DPR.
Bukan hanya melalui peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah.
"Kalau hanya pemerintah, enggak akan kuat itu aturan untuk mengantisipasi situasi yang bebas merdeka saat ini," ucap Politisi Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta penegakan hukum yang tegas terhadap pemilik akun media sosial yang kerap menyebarkan ujaran kebencian bernada provokatif.
Awalnya Jokowi memaparkan bahwa saat ini ada 132 juta pengguna internet aktif di Indonesia. Angka itu setara 52 persen dari jumlah penduduk yang ada.
(Baca: Jokowi Minta Penegakan Hukum Tegas kepada Penyebar Kebencian di Medsos)
Dari jumlah itu, terdapat 129 juta penduduk Indonesia yang memiliki dan aktif menggunakan akun media sosial. Mereka mengakses internet rata-rata selama 3,5 jam per hari melalui telepon genggam.
"Oleh sebab itu perkembangan teknologi informasi yang pesat itu harus betul-betul kita arahkan, kita manfaatkan ke arah positif, ke arah untuk kemajuan bangsa kita," kata Jokowi.