JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Sufmi Dasco Ahmad mempersilakan mantan Ketua DPR, Ade Komarudin, untuk melakukan rehabilitasi nama baiknya atas putusan MKD.
Dalam putusan MKD, Ade dinyatakan melanggar kode etik sebagai Ketua DPR dengan dua sanksi ringan yang diakumulasi menjadi satu sanksi sedang.
"Jadi gini, kalau di MKD itu kan apapun sudah diputuskan itu juga ada beberapa kejadian diminta peninjauan kembali (PK). PK itu ya sangat dimungkinkan kalau materinya terpenuhi," kata Dasco, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/12/2016).
Jika memang ada novum (bukti baru), MKD akan memprosesnya sesuai tata acara yang berlaku.
(Baca: Kena Dua Sanksi, Ade Komarudin Diberhentikan sebagai Ketua DPR oleh MKD)
Oleh karena itu, segala kemungkinan terkait proses novum baru dari Ade bisa terjadi.
"Akom (Ade Komarudin) silhkan saja ya membawa novum. Boleh aja. Cuma ini kan karena waktu mau reses ya, tapi pokoknya terserah aja lah," lanjut Dasco.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding.
Menurut dia sejatinya putusan MKD berdasarkan Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) bersifat tetap dan mengikat.
Namun PK bisa diajukan jika ada novum.
"Dalam aturan, baik Undang-undang MD3, tata tertib DPR 1/2014, kode etik maupun hukum acara MKD 2/2015 putusan MKD sifatnya final and binding," papar Sudding melalui pesan singkat, Senin (5/12/2016).
"Namun ketika ada novum dimungkinkan untuk PK dan di MKD. Sudah ada yurisprudensinya yakni kasus Setya Novanto dan Edison Betaubun," lanjut dia.