Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan TPF: Jika SBY Berbesar Hati, Bantu Jokowi Jelaskan soal Dokumen Munir

Kompas.com - 14/10/2016, 16:36 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Setara Institute, Hendardi, menyebut bahwa Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono semestinya membantu Presiden Joko Widodo menemukan dokumen hasil investigasi pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib yang hilang.

Menurut dia, semestinya SBY ikut menjelaskan apa yang membuat dokumen tersebut bisa menghilang dari kantor Kementerian Sekretariat Negara.

"Bagi saya, jika SBY berbesar hati, maka sudah semestinya membantu Jokowi dengan menjelaskan di mana dokumen tersebut berada," ujar Hendardi melalui keterangan tertulis, Jumat (14/10/2016).

Hendardi yang juga merupakan mantan anggota TPF Munir mengingat betul bahwa pada 24 Juni 2005, tim tersebut diterima oleh SBY didampingi Mensetneg Yusril Ihza Marhendra, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan Juru Bicara Presiden Andi Malarangeng untuk penyerahan laporan akhir TPF.

Dengan demikian, kata Hendardi, timnya telah menyelesaikan mandat dan menyerahkan seluruhnya ke presiden untuk diumumkan. Ia tak menyangka akhirnya dokumen tersebut dinyatakan hilang.

"Jika bukan karena administrasi yang buruk, maka patut diduga adanya kesengajaan menghilangkan dokumen tersebut oleh pihak-pihak yang tidak menghendaki penuntasan kasus Munir," kata Hendardi.

Dalam dokumen itu, TPF merekomendasikan sejumlah nama yang diduga kuat telah melakukan pemufakatan jahat membunuh Munir.

TPF, kata dia, juga merekomendasikan agar SBY membentuk tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat untuk menjangkau koordinasi lintas institusi dan mengawal penuntasan kasus Munir. Namun, usulan tersebut tak juga terlaksana.

Terkait hilangnya dokumen itu pada Kemensetneg, Hendardi menilai tata kelola administrasi negara dalam pemerintahan buruk.

Hilangnya dokumen tersebut juga dianggap sebagai preseden buruk bagi penegakan HAM di Indonesia.

"Karena saat Presiden SBY membentuk TPF dan menghasilkan rekomendasi pun, hasil kerja itu juga belum mampu mengungkap kebenaran dan melimpahkan keadilan," kata Hendardi.

Menurut Hendardi, penyelesaian kasus Munir yang melibatkan unsur negara perlu kemauan politik yang kuat dan keberpihakan pada korban. Caranya yakni dengan menindaklanjuti rekomendasi dalam dokumen itu.

Selain itu, Jokowi juga berwenang memerintahkan jajarannya untuk menjelaskan keberadaan laporan akhir TPF tersebut.

Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Alexander Lay mengatakan, berdasarkan pemberitaan media massa, laporan TPF kematian Munir itu dipegang oleh Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono.

(Baca: Setneg: Kata Pak Sudi, yang Menerima Laporan TPF Munir Pak SBY...)

Namun, Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri Gufron pun menyangsikan keterangan yang menyatakan dokumen penyelidikan kasus Munir tidak berada di Kemensetneg.

Dia meyakini dokumen tersebut tersimpan di Kemensetneg, namun Pemerintah belum mempunyai political will (kemauan politik) untuk membukanya kepada publik.

(Baca: Imparsial: Pemerintah Tak Bisa Menghindar dari Kewajiban Membuka Hasil TPF Pembunuhan Munir)

Oleh sebab itu, kata Gufron, jika benar-benar memiliki kemauan untuk menuntaskan kasus Munir, Presiden harus menindaklanjuti keputusan KIP dengan memerintahkan Kemensetneg menelusuri keberadaan dokumen penyelidikan TPF.

Kompas TV Polisi Belum Cari Berkas TPF Munir yang Hilang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Periksa Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

Nasional
Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Nasional
Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Nasional
Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Nasional
Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Nasional
Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Nasional
Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nasional
Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Nasional
Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com