JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda penahanan terhadap Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.
Sugiharto merupakan tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis NIK (e-KTP).
Penahanan ditunda karena yang bersangkutan dalam keadaan sakit.
"Ada permintaan penundaan penahanan terkait kondisi fisik yang bersangkutan," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK Jakarta, Jumat (16/9/2016).
Meski demikian, penyidik KPK tetap melanjutkan permintaan keterangan untuk saksi-saksi dalam kasus yang sama.
Hingga saat ini, menurut Yuyuk, penyidik masih membutuhkan informasi dari beberapa saksi, sehingga belum ada penetapan tersangka baru.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis NIK, mencapai Rp 2 triliun.
Agus mengatakan, kasus tersebut akan segera naik ke tahap penuntutan.
Agus mengatakan, perhitungan tersebut diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sebelumnya, dugaan KPK mengenai nilai kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 1,12 triliun.
KPK telah dua tahun menangani kasus e-KTP.
Selama penyidikan, KPK telah memeriksa pejabat Perum Percetakan Negara Rl (PNRI), PT Pos Indonesia, PT Indosat, dan Perum Bulog sebagai saksi.
Dalam kasus ini, Sugiharto diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek tersebut.
KPK menjerat Sugiharto dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Nilai proyek pengadaan e-KTP 2011-2012 ini mencapai Rp 6 triliun.
Menurut Agus, tidak menutup kemungkinan KPK akan melakukan pengembangan kasus setelah menemukan fakta-fakta baru dalam persidangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.