Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai-ramai Ajukan Grasi di Menit Terakhir Eksekusi Mati

Kompas.com - 27/07/2016, 10:48 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung telah mengisolasi sejumlah terpidana mati yang akan menghadapi regu tembak di tiang eksekusi. Kejaksaan Agung pun memastikan waktu eksekusi semakin dekat.

Namun, sejumlah terpidana mati yang telah diisolasi itu masih memiliki harapan lolos dari maut dengan meminta pengampunan presiden, yakni dengan grasi.

Adapun yang diketahui mengajukan grasi yaitu Seck Osmane (Senegal), Merry Utami (Indonesia), dan Zulfiqar Ali (Pakistan).

Seck Osmane

Seck adalah warga negara Senegal yang divonis hukuman mati pada 2004. Ia dihukum terkait kepemilikan 300 gram heroin tahun 2004.

Pengacara Seck, Farhat Abbas, mempertanyakan langkah Kejagung yang terburu-buru mengisolasi Seck, padahal yang bersangkutan belum sekalipun mengajukan grasi.

"Kami pernah ajukan grasi tapi ditolak karena bertentangan dengan undang-undang. Kami minta pada Presiden melalui Jaksa Agung agar memberi kesempatan kepada Osmane," ujar Farhat.

(Baca: Jaksa Eksekutor Diberangkatkan ke Nusakambangan untuk Eksekusi Mati)

Rencananya, pengajuan grasi itu tersebut akan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2016). Farhat menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi sebagai dasar permohonannya.

Dalam putusan itu, upaya grasi tidak terbatas jangka waktu. Seck baru mengajukan grasi setelah vonis dijatuhkan pada 2010. Menurut Farhat, Seck tetap bisa mengajukan grasi.

"Apabila kejaksaan masih melaksanakan secara paksa tanpa melihat pertimbangan hal lain, kami menganggap ini adalah melanggar HAM dan merupakan kesalahan kekuasaan," kata Farhat.

Merry Utami

Merry juga mengajukan grasi melalui Pengadilan Negeri Tangerang. Pengacara Merry, Troy Latuconsina mengatakan, kliennya belum pernah mencoba pengampunan presiden, tahu-tahu sudah masuk ruang isolasi di Nusakambangan.

"Kami sudah putus komunikasi karena dipindahkan mendadak tanpa pemberitahuan," kata Troy.

Merry Utami ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin. Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan hukuman mati kepadanya tahun 2003. Namun, Komnas Perempuan meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan lembar fakta terkait Merry.

(Baca: Amnesty International: Kepemimpinan Jokowi Direndahkan dengan Hukuman Mati)

Berdasarkan lembar fakta Komnas Perempuan, Merry terindikasi korban perdagangan orang. Merry dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya, Jerry, melalui Muhammad dan Badru.

Saat diserahkan, Marry curiga karena tas tersebut lebih berat dari biasanya. Ia mendapat jawaban bahwa itu adalah tas kulit berkualitas bagus. Merry membawa tas itu ke Jakarta pada 31 Oktober 2001 seorang diri melalui bandara Soekarno-Hatta.

Merry pun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.

Halaman:


Terkini Lainnya

Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Nasional
Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Nasional
Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas 'Montblanc' Isi Uang Tunai dan Sepeda 'Yeti'

Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas "Montblanc" Isi Uang Tunai dan Sepeda "Yeti"

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Nasional
Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Nasional
Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Nasional
Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Nasional
Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Nasional
Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Nasional
Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Saat Anies 'Dipalak' Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Saat Anies "Dipalak" Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Nasional
Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Nasional
Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Nasional
Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com