Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty International: Kepemimpinan Jokowi Direndahkan dengan Hukuman Mati

Kompas.com - 26/07/2016, 07:37 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty Inernational angkat bicara soal rencana eksekusi mati yang akan segera dilaksanakan Kejaksaan Agung terhadap para terpidana pada bulan Juni 2016 ini.

Amnesty International mengkritik bahwa penerapan hukuman mati ini tidak sejalan dengan komitmen Presiden Joko Widodo saat kampanye lalu yang menjanjikan penghormatan terhadap HAM.

"Pemerintahan di bawahnya terus menunjukkan penolakan besar terhadap kewajiban HAM Indonesia dan jaminan perlindungan internasional yang harus dijalankan di semua kasus hukuman mati," tulis pernyataan resmi Amnesti International pada 25 Juli lalu.

Presiden Jokowi bahkan secara keras menyatakan akan menolak semua semua permohonan grasi yang diajukan oleh terpidana mati untuk kasus-kasus narkotika, dengan menyatakan bahwa “kejahatan semacam ini tidak layak mendapatkan pengampunan”.

(Baca: Siap Eksekusi Mati, Polri Tunggu Kepastian Tanggal dari Kejagung)

Di sisi lain, pihak berwenang Indonesia berulang kali menyatakan bahwa mereka menerapkan hukuman mati sesuai dengan hukum dan standar internasional, dengan mengklaim bahwa eksekusi mati dibutuhkan untuk melawan tingginya kasus-kasus kejahatan narkotika di negeri tersebut.

Namun, dalih tersebut dipatahkan Amnesty International. Lembaga yang fokus pada penegakan HAM di seluruh dunia ini menganggap tak ada bukti efek jera yang ditimbulkan dari hukuman mati.

Selain itu, kejahatan narkotika dianggap tidak memenuhi ambang batas kejahatan paling serius di mana penggunaan hukuman mati harus dilarang di bawah Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Konvenan itu telah diratifikasi oleh Indonesia pada 2006.

(Baca: Jokowi Diminta Batalkan Rencana Eksekusi Mati Zulfiqar Ali)

Amnesty International dan organisasi-organisasi HAM nasional lainnya telah mendokumentasikan pelanggaran-pelanggaran dari hak atas peradilan yang adil dan hak-hak fundamental lainnya di beberapa kasus hukuman mati.

Pelanggaran tersebut menunjuklan sebuah sistem hukum pidana di mana jaminan-jaminan terhadap perampasan hak hidup secara semena-mena secara rutin diabaikan.  

"Dengan melanjutkan untuk mengeksekusi mati, pihak berwenang Indonesia tidak hanya melawan kewajibannya terhadap hukum internasional, tetapi juga meletakan negeri ini melawan tren global menuju abolisi hukuman yang paling kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia ini," tulis lembaga ini.

(Baca: Jaksa Agung: Saya Harap Nama Freddy Budiman Masuk Daftar Eksekusi Mati)

Hingga hari ini, mayoritas negara-negara di dunia telah menghapuskan hukuman mati untuk semua kejahatan, termasuk Fiji dan Nauru masing-masing pada 2015 dan 2016. Lebih dari dua pertiga negara di dunia telah menghapuskan hukuman mati dalam sistem hukum mereka atau secara praktik.

"Amnesty International memperbaharui seruannya kepada para pihak berwenang di negeri ini untuk menghentikan eksekusi mati dan mengambil langkah segera untuk memastikan bahwa semua kasus hukuman mati ditinjau oleh sebuah badan independen dan tidak memihak, dengan pandangan untuk mengubah vonis mati tersebut," ungkap Amnesty International.

Apabila ada kasus-kasus hukuman mati di mana proses persidangannya tidak memenuhi peradilan yang adil, Amnesty International menuntut diadakannya peradilan ulang.

Kompas TV Presiden: Hukuman Mati Harus Dilaksanakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com