Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Hukum Masih Banyak Masalah, Hukuman Mati Dianggap Berbahaya

Kompas.com - 24/07/2016, 18:37 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai, pelaksanaan hukuman mati selama ini masih banyak menyisakan persoalan. Hal itu tidak terlepas dari masih adanya permasalahan di dalam proses penegakkan hukum.

"Praktek mafia peradilan, kriminalisasi, korupsi, dan rekayasa kasus masih mewarnai proses penegakkan hukum di Indonesia. Dalam kondisi demikian, penerapan hukuman mati sangat berbahaya," kata Al saat jumpa pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (24/7/2016).

Al meminta, agar Presiden Joko Widodo memperhatikan kecenderungan sejumlah negara lain yang telah menghapus praktik hukuman tersebut.

Dari 198 negara yang terdaftar di Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebanyak 98 negara di antaranya telah menghapus hukuman mati di dalam sistem peradilan mereka.

(baca: Jokowi Diminta Batalkan Rencana Eksekusi Mati Zulfiqar Ali)

Di samping itu, kata dia, tujuh negara telah menghapus hukuman mati untuk kejahatan biasa dan 35 negara melakukan moratorium terhadap eksekusi mati.

"Artinya dua pertiga negara di dunia memiliki kecenderungan menghapus hukuman mati. Hanya 58 negara, termasuk Indonesia yang masih mempraktekannya," kata dia.

Pelaksanaan hukuman mati berbeda dengan hukuman lainnya. Ia mengatakan, ketika eksekusi mati dilakukan, tetapi kemudian ditemukan bukti baru yang mampu meringankan hukuman terpidana, maka semua itu telah terlambat.

 

(baca: Eksekusi Mati Dianggap Cara Pembalasan yang Tak Timbulkan Efek Jera)

"Karena tidak dimungkinkan terjadinya upaya koreksi atas kesalahan penghukuman," tandasnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, Kejaksaan dan Kepolisian telah menyiapkan segala hal terkait pelaksanaan eksekusi hukuman mati yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

 

(baca: Persiapan Eksekusi Rampung, Jaksa Agung Tinggal Tunggu PK Para Terpidana Mati)

Ia menyebutkan, waktu eksekusi akan ditentukan setelah Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan peninjauan kembali (PK) dan kasasi yang diajukan oleh beberapa terpidana mati.

Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam dua gelombang.

 

Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi.

Kompas TV Jelang Eksekusi Mati, Jumlah Rohaniwan Dibatasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com