JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim yang memimpin persidangan bagi terdakwa Direktur Utama PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (16/5/2016), terlihat emosi.
Namun, kemarahan hakim tersebut bukan tanpa sebab.
Dua orang saksi yang memberikan keterangan untuk terdakwa, yakni Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna, dan Kosidah, seorang pegawai panitera muda pidana khusus di MA, dianggap oleh hakim tidak memberikan keterangan secara jujur.
Hakim menilai keterangan Andri dan Kosidah berbelit-belit dan disengaja untuk menutupi perbuatan yang dilakukan oleh keduanya.
Terlebih lagi, Kosidah mengaku kepada hakim bahwa ia telah 24 tahun bekerja di MA.
"Saudara telah mempermainkan persidangan ini, tahu tidak? Kenapa bisa lupa, bisa enggak untuk tidak bohong?" ujar Ketua Majelis Jhon Halasan Butarbutar.
Atur perkara dan tentukan hakim
Saat persidangan, jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan transkrip pembicaraan antara Andri dan Kosidah.
Dalam transkrip tersebut, Andri terlihat berupaya memengaruhi panitera agar menguntungkan pihak yang berperkara.
Andri dan Kosidah diduga secara bersama-sama bertindak mengatur perkara dan menentukan nama majelis hakim yang akan memutus suatu perkara.
Dalam transkrip yang dibuka di muka persidangan itu, Andri dan Kosidah bahkan menentukan biaya untuk mengatur suatu perkara yang masuk ke MA.
"Saudara dipandang orang sebagai orang internal (MA). Celakanya, sidang ini pun Anda permainkan, itu yang buat saya geregetan betul," kata hakim.
"Orang tahunya Anda penjual karcis, tetapi orang tahu juga Anda bisa memengaruhi artis di dalamnya. Pakai lambang MA, pakai safari, lebih meyakinkan," kata hakim.
Permalukan hakim
Majelis hakim yang memimpin persidangan kali ini berulang kali menegur dan memarahi keduanya.
Hakim menganggap perbuatan keduanya telah mempermalukan hakim dan Mahkamah Agung sebagai institusi peradilan tertinggi di Indonesia.
"Jangan-jangan nama Beliau (Hakim Agung) di bawa ke mana-mana. Main di Chaniago saja, apa artinya itu semua. Jangankan yang tinggi, di sini saja kalau digitukan malu saya, nama orang dijual-jual. Abnormal kalian itu yang buat orang bertanya," kata hakim Jhon.
"You sendiri yang analisis, apa kira-kira manusia yang praktikkan seperti itu. Hindari hakim A, kita main di Chaniago, apa ini?" kata Jhon.
"Lanjut Pak Jaksa, sebelum jantung saya copot nanti," kata hakim John.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.