JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut kasus laporan kunjungan kerja fiktif anggota DPR RI. Hal itu menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPKS) atas potensi kerugian keuangan negara dalam kunjungan kerja tersebut.
"Jangan sampai kasus ini tenggelam begitu saja. Ini penyimpangan serius yang berulang kali terjadi dan seolah-olah dilindungi oleh UU," kata penelitik Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, dalam pesan singkatnya, Kamis (12/5/2016).
Lucius mengaku tak begitu kaget dengan adanya temuan tersebut. Menurut dia, anggaran kunjungan kerja saat reses memang rawan diselewengkan lantaran mekanisme laporannya hanya berbentuk laporan kegiatan semata.
(Baca: Ini Kata Ketua BPK soal Kunker DPR yang Berpotensi Rugikan Negara Rp 900 Miliar)
"Anggota DPR sengaja mendesain sistem penganggaran reses dengar model lumpsum. Tak peduli uang itu dipakai sesuka hati oleh anggota DPR, yang pasti setiap reses dengan bekas laporan formalitas reses sebelumnya, anggota mendapatkan jatah reses," ujarnya.
Adanya potensi kerugian negara dalam kunker perseorangan anggota DPR sebelumnya disampaikan pertama kali oleh Wakil Ketua Fraksi PDI-P di DPR Hendrawan Supratikno.
(Baca: Sikapi Temuan BPK, PDI-P Tagih Laporan Kunker Anggotanya)
BPK menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 945.465.000.000 dalam kunjungan kerja perseorangan yang dilakukan oleh anggota DPR RI.
Laporan ini sudah diterima oleh Sekretariat Jenderal DPR dan diteruskan ke 10 fraksi di DPR. Hendrawan mengakui, sejumlah anggota DPR selama ini banyak yang kurang serius membuat laporan pertanggungjawaban kunjungan ke dapilnya.
Ada pula anggota DPR yang hanya mempercayakan kegiatan kunker ke tenaga ahli. Foto kegiatan yang sama sering digunakan berkali-kali dalam setiap laporan kunker.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.