Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tertutup soal Pembebasan Sandera WNI, Apa Alasannya?

Kompas.com - 02/05/2016, 12:29 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) sekaligus pengamat terorisme, Harits Abu Ulya, menduga ada alasan kuat di balik sikap pemerintah yang terkesan tertutup dalam pembebasan 10 WNI.

Dia pun berharap, publik tidak perlu mempersoalkan pemerintah yang terkesan menutup informasi detail soal pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf.

"Meski tergolong menutup informasi soal apakah hasil diplomasi atau karena ditebus, ini sangat bisa dimengerti. Mungkin ini soal reputasi dan kredibilitas Pemerintah Indonesia di samping persoalan krusial ingin menjaga hubungan baik dengan pemerintah Filipina," ujar Harits melalui pesan singkat, Senin (2/5/2016).

Harits pun mengapresiasi positif kerja Pemerintah Indonesia, Filipina, serta pihak terkait soal keberhasilan pembebasan itu. Sebab, jika dilihat dari kompleksitas permasalahan, pembebasan 10 WNI tersebut tergolong cepat.

(Baca: Jokowi: Puji Syukur, Akhirnya 10 ABK WNI Dibebaskan)

Harits berharap, kerja sama dan metode yang sama mampu membebaskan empat WNI yang hingga saat ini masih belum jelas keberadaannya. Namun, kemungkinan, keempat ABK WNI tersebut diculik kelompok bersenjata di Filipina juga.

"Saya rasa peran besar operasi intelijen dari BAIS TNI bersama unsur terkait punya peran kunci dalam kasus penyanderaan kali ini," ujar Harits.

Harits mengajak publik optimistis terhadap keselamatan empat WNI yang belum dibebaskan, apalagi melihat bahwa Pemerintah Filipina juga meningkatkan operasi-operasi penumpasan kelompok Abu Sayyaf.

(Baca: Tiba di Jakarta, 10 WNI yang Bebas dari Kelompok Abu Sayyaf Langsung Dibawa ke RSPAD)

"Kita lihat saja beberapa hari mendatang, meski ini tidak menutup kemungkinan akan lebih sulit atau malah unpredictable karena bisa jadi kelompok penculik itu butuh tebusan dan bersikukuh harus mendapatkan tebusan, baru dia melepas sandera," ujar dia.

Sejak 26 Maret 2016, sepuluh awak kapal pandu Brahma 12 beserta muatan batubara milik perusahaan tambang dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, disandera kelompok teroris Filipina, kelompok Abu Sayyaf.

Para awak kapal dan seluruh muatan batubara dibawa penyandera ke tempat persembunyian mereka di salah satu pulau di sekitar Kepulauan Sulu. Kelompok Abu Sayyaf kemudian meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp 14 miliar untuk membebaskan para sandera.

(Baca: 10 WNI Korban Sandera Abu Sayyaf Bebas, Presiden Ucapkan Terima kasih kepada Dua Pihak Ini)

Kepala Kepolisian Jolo, Filipina, Junpikar Sitin mengatakan, mereka dibebaskan pada Minggu tengah hari. Beberapa orang tak dikenal mengantar semua kru kapal tunda itu ke kediaman Gubernur Abdusakur Tan Jr di Pulau Jolo di tengah hujan lebat.

Pada Minggu sore, Presiden Joko Widodo kemudian menyampaikan informasi soal pembebasan 10 WNI tersebut.

Tanpa menyebut detail pihak-pihak yang dimaksud, Presiden mengucapkan terima kasih yang besar bagi anak bangsa yang turut membantu pembebasan sandera itu. Kedua, atas nama negara, Presiden juga mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada Pemerintah Filipina.

Kerja sama yang baik itu, dia melanjutkan, harus diteruskan. Sebab, masih ada empat warga negara Indonesia yang masih disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina.

Kompas TV Detik-detik Tibanya 10 WNI di Zamboanga
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com