Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Tembak Teroris, Polisi Harus Dikenakan Sanksi

Kompas.com - 28/02/2016, 18:16 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar ingin agar aparat penegak hukum yang salah menangkap dan menembak mati terduga teroris dikenakan sanksi.

Hal tersebut perlu dilakukan untuk menekan tindakan sewenang-wenang polisi. Sebab, dalam penegakan hukum harus ada kontrol.

"Misalnya ketika ada kesalahan dalam penegakan hukum, maka penegak hukumnya dikoreksi dan dihukum atas kesalahannya," kata Haris dalam diskusi di Jakarta, Minggu (28/2/2016).

Menurut Haris, semestinya Kapolri mengeluarkan Peraturan Kapolri khusus mengenai hal itu.

Peraturan khusus tersebut menyatakan jika dalam penegakan hukum yang dilakukan polisi menyebabkan korban salah tangkap meninggal, maka polisi yang bersangkutan harus dihukum.

"Yang di kepala mereka, teroris itu harus dibunuh," ujar Haris. Oleh karena itu, Haris menganggap kinerja polisi harus dievaluasi.

Jangan sampai hukum yang diterapkan sudah baik, namun kelemahan terletak pada aparat penegak hukumnya, lanjut dia.

Pendapat senada diutarakan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani. Dia menganggap perlu adanya rehabilitasi bagi polisi yang salah menggunakan kewenangannya saat bekerja.

"Saya dalam konteks perlindungan HAM, minta lex spesialis. Kalo aparat hukum salah mengidentifikasi, salah tangkap, salah tahan, salah tembak salah aniaya harus ada ketentuan rehabilitasi dan kompensasi," kata Arsul. 

Poin tersebut akan Arsul ajukan saat pembahasan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di DPR nantinya.

Saat ini, draf revisi itu telah diserahkan oemerintah kepada DPR. Setidaknya ada enam poin perubahan yang hendak diusulkan pemerintah kepada DPR.

Pertama, dari sisi penangkapan dan penahanan, akan ditambah waktunya. Kedua, dalam hal penyadapan, izin yang dikeluarkan diusulkan cukup berasal dari hakim pengadilan saja. Saat ini, yang berlaku yaitu izin penyadapan dari ketua pengadilan negeri.

Ketiga, pemerintah mengusulkan agar penanganan kasus dugaan tindak pidana terorisme diperluas. Aparat diusulkan sudah dapat mengusut terduga teroris sejak mereka mempersiapkan aksi.

Keempat, pemerintah juga mengusulkan agar WNI yang mengikuti pelatihan militer teror di luar negeri dapat dicabut paspornya.

Kelima, perlu adanya pengawasan terhadap terduga dan mantan terpidana teroris. Keenam, pengawasan yang bersifat resmi ini juga harus dibarengi dengan proses rehabilitasi secara komprehensif dan holistik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com