Oleh karena itu, Polri enggan menggugat keputusan kejaksaan itu ke praperadilan.
"Kita tidak ingin terjebak antara dua institusi dibentrokan ini, misalnya menjadi sesuatu dibentrokan," ujar Anton di Mabes Polri, Jakarta, Senin (22/2/2016).
(Baca: Kejaksaan Hentikan Penuntutan Kasus Novel Baswedan)
Anton mengatakan, bisa saja Polri melakukan perlawanan hukum dan menindaklanjutinya lewat praperadilan. Namun, dia khawatir keharmonisan Polri dan KPK kembali terjadi.
Menurut dia, Polri menerima saja keputusan kejaksaan. Mengenai alat bukti yang dianggap tidak cukup, Anton mempersilakan pihak lain yang menggugat. Dalam posisi ini, Polri akan bersikap pasif.
"Apabila pakar-pakar hukum berpendapat lain, silakan. Apabila surat penghentian ini kan tidak cukup bukti, masih bisa diuji di praperadilan," kata Anton.
"Kalau kita tetap. Apapun juga, kita akan tetap menghormati keputusan jaksa," lanjut dia.
(Baca: Jampidum Akui Penuntut Umum Ragu dalam Kasus Novel Baswedan)
Kejaksaan menghentikan penuntutan Novel dikarenakan dua hal, yaitu kurangnya alat bukti untuk menjerat Novel dan habisnya masa berlaku kasus.
Jaksa penuntut umum kesulitan membuktikan bahwa Novel memang pelaku penembakan tersebut karena tidak ada saksi mata.
Dari sisi masa penanganan perkara, semestinya kasus ini sudah kadaluarsa pada 18 November lalu. Diketahui, peristiwa itu terjadi pada 18 Februari 2004. Jaksa penuntut umum pun ragu melanjutkan perkara itu ke penuntutan.