Oleh: Robertus Robet
JAKARTA, KOMPAS - Pasca terjadinya serangan teroris di Jakarta beberapa hari lalu, muncul dua tipe respons publik di media-media. Yang pertama adalah mobilisasi untuk menertawakan "kegagalan teroris". Mungkin dengan maksud mau menunjukkan, Indonesia tidak mengalami cedera apa pun, tetap harmonis dan stabil sehingga terus kondusif untuk investasi. Yang kedua, beredarnya "teori-teori konspirasi" yang berisi sinisme dan keraguan yang nihilistik terhadap kebenaran kejadian.
Dua respons ini menurut saya tidak bermanfaat. Menunjukkan keberanian untuk mementahkan tujuan terorisme memang bagus dan bermanfaat. Namun, menertawakan dan meremehkan terorisme kemarin adalah tindakan yang gegabah dan keliru. Mengapa?
Secara umum, tujuan dari bom bunuh diri adalah pencapaian sebanyak-banyaknya korban sehingga dengan itu muncul efek penggentar. Dengan bom bunuh diri, teroris bermaksud membentuk suatu wilayah mental tertentu di kalangan publik, yakni panik, ketakutan, dan kehilangan kepercayaan terhadap sistem serta pranata-pranata dasar masyarakat. Dilihat dari jumlah korbannya yang lebih sedikit ketimbang jumlah pelaku yang tewas, serangan teroris di Jalan MH Thamrin memang tidak menghasilkan suatu efek penggentar yang dramatis -sebagaimana yang terjadi di Paris tempo lalu. Meskipun demikian, ini tidak berarti terorisme bisa direlativisir, apalagi diremehkan.
Dengan bunuh diri, sebenarnya terorisme secara tidak langsung memisahkan diri dengan tujuan-tujuan kekerasan yang umum yang bisa dilakukan juga oleh negara. Bunuh diri membuat teroris menjadi "khas" dan "istimewa". Dia memasuki ekstremitas yang nihilistik karena penciptaan ketakutan dan teror itu diunjukkan sekaligus melalui pembunuhan atas dirinya sendiri. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh prajurit terbaik dari suatu rezim politik paling brutal sekalipun.
Bom bunuh diri bersifat unik. Bom bunuh diri merupakan pernyataan dedikasi yang total dan paripurna para pelaku terhadap kelompoknya. Dedikasi paripurna ini menambahkan tingkat legitimasi pelaku dan organisasinya sehingga, dengan itu, mereka bisa mengklaim tindakan itu dan menjadikannya contoh atau teladan untuk orang luar ataupun kelompok teror lain. Dengan bom bunuh diri, suatu kelompok memang kehilangan anggota, tetapi dengan "teladan" totalitas di dalamnya, mereka bisa menggunakan tindakan bunuh diri sebagai cara untuk merekrut dan menambah para pelaku lain.