JAKARTA, KOMPAS - Peristiwa ledakan bom di kawasan Thamrin pada Kamis (14/1) siang mengubah kehidupan dan mimpi sebagian orang yang turut menjadi korban. Trauma, penyesalan, dan kekecewaan tak bisa hilang dalam sekejap mata. Hanya sepotong asa yang masih tersisa menjadi penyemangat para penyintas dan keluarga untuk kembali menapaki jalan hidup.
Mata Anggun Kartikasari (24) tak berhenti berkaca-kaca, sesekali air matanya mengalir. Anggun merupakan salah satu korban ledakan bom di kawasan Thamrin. Ia terbaring di ruang perawatan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto sejak Kamis lalu.
Siang itu Anggun tengah dikunjungi perawat yang menjadwalkan fisioterapi untuk melatih kemampuan motoriknya. Sebab, pasca tindakan operasi, Anggun kesulitan menggerakkan badan, bahkan duduk saja tidak bisa. Serpihan bom berupa seng dan paku beton bersarang di sekujur tubuhnya sebelum dioperasi.
Tak sekadar mengatur agenda fisioterapi, perawat Diah Agus juga berupaya membangkitkan semangat Anggun yang terpuruk akibat kehilangan sepupunya, Rico Hermawan (21). Bukan hanya merasa kehilangan, Anggun bahkan tak berhenti menyalahkan diri sendiri atas kepergian adik sepupunya tersebut.
Rico merupakan korban tewas dalam peristiwa ledakan siang itu dan sudah dimakamkan di Boyolali, Jawa Tengah, pada Minggu (17/1). Saat itu, Rico mengantarkan Anggun menyerahkan lamaran kerja di Graha Bank Mas, Kuningan, Jakarta. Seusai menyerahkan lamaran kerja, keduanya hendak kembali ke rumah di kawasan Condet.
"Harusnya tidak lewat situ. Ayah Rico sudah mengingatkan sebelum berangkat. Tapi sepertinya saat itu kami salah jalan, hingga akhirnya sampai di dekat Sarinah dan ditilang karena melanggar larangan di jalan itu. Rico dipanggil ke pos polisi itu," kisah Anggun.
Malang tak dapat ditolak. Rico, yang diikuti Anggun menuju pos polisi di depan Sarinah, tiba-tiba terlempar. Anggun dalam kondisi sadar berusaha menolong Rico yang terkapar di dekat pintu pos polisi. Namun, dia tak berdaya karena kondisinya yang juga terluka parah, hingga akhirnya warga menolong dan melarikannya ke rumah sakit. Sejak itu, ia tak mendengar lagi kabar Rico.
Namun, berita di televisi tak bisa dibendung. Gadis lulusan Jurusan Sastra Jepang Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, ini histeris. "Kalau bukan karena saya, Rico pasti baik-baik saja. Saya juga tidak bisa menolong," sesalnya.
Ayahnya, Aryanto (58), menyemangati anak keduanya ini. "Semua sudah diatur Tuhan," ujar Aryanto sambil mengusap lembut kepala Anggun.