Menanggapi polemik tersebut, Ketua MK, Arief Hidayat mempertanyakan inisiatif masyarakat, misalnya penyelenggara pemilu, dalam mengajukan judicial review terhadap Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
"MK punya kewenangan judicial review. Sehingga kalau ada masyarakat sebelumnya, misal pemerhati pilkada, keberatan dengan Undang-Undang tersebut. Kenapa tidak judicial review pasal 158?" ujar Arief saat dikonfirmasi, Minggu (3/1/2015).
Arief menambahkan, saat ini MK tengah fokus menangani perkara perselisihan hasil pilkada dan menunda permohoman uji materi undang-undang. Sehingga dalam memproses perkara perselisihan hasil pilkada, MK harus tunduk pada UU yang berlaku.
"Kalau kita langgar Undang-Undang kan bahaya, kan terkait kode etik dan aturan perundang-undangan. Tidak boleh melanggar Undang-Undang. Itu prinsip umum," kata Arief.
Dia menambahkan, MK tak serta merta hanya melihat aturan selisih suara dalam menyeleksi permohonan yang masuk. Menurut dia, ada proses pengkajian lebih lanjut terhadap seluruh permohonan yang masuk.
Pada 4 dan 5 Januari 2016, kata Arief, MK akan menggelar perkara internal. Sedangkan persidangan perselisihan hasil pilkada baru akan digelar 7 Januari mendatang.