Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revolusi Mental dan Konsekuensinya

Kompas.com - 09/09/2015, 15:02 WIB

Oleh: Albert Hasibuan

JAKARTA, KOMPAS - Ternyata, perhatian pengguna media sosial tentang revolusi mental—selama 10 bulan pemerintahan Jokowi-JK bekerja—cukup besar. Menurut survei harian ini (Kompas, 3/8/2015) pada sembilan bulan terakhir, 66,2 persen positif dan 33,8 persen negatif.

Saya tidak akan memberikan penilaian terhadap hasil survei ini, tetapi ingin sekadar mendalami apa yang saya ketahui, tentang revolusi mental itu dan apa konsekuensinya. Saya ingat, ketika Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam kampanye Pemilu 2014 berbicara tentang revolusi mental, yang dimaksud adalah suatu mental baru yang sudah mengalami perubahan drastis.

Mental baru itu adalah a new mindset yang mampu menggerakkan orang untuk, secara maksimal, menyukseskan program pemerintahan Jokowi-JK yang dinamakan Nawacita. Sudah tentu, mental baru ini berbeda dengan mental biasa yang belum mengalami perubahan. Dengan penafsiran logis, tidak ada atau absennya mental baru itu, keberhasilan visi dan misi dalam program Nawacita pemerintahan Jokowi-JK kemungkinan akan mengalami hambatan besar.

Reformatif populistik

Pertanyaannya: apa yang menyebabkan Jokowi-JK mensyaratkan mental baru itu? Seberapa penting a new mindset yang disebut revolusi mental? Untuk menjawab ini, ada dua faktor. Pertama, saya perkirakan Presiden Joko Widodo danWakil Presiden Jusuf Kalla telah memahami apa yang diterangkan Samuel Huntington, ahli politik dari Universitas Harvard, AS.

Pada akhir 1960-an, Huntington mengatakan bahwa penyebab fundamental dari instabilitas sosial dan politik di negara-negara berkembang adalah perubahan cepat dari masyarakat. Ekspektasi dan keinginan rakyat berkembang secara cepat, menyebabkan suatupemerintahan mengalami kesulitan untuk memenuhinya.

Sebagai contoh adalah pengalaman Indonesia tahun 1998, di mana tidak bisa dipenuhinya keinginan dan harapan rakyat menyebabkan terjadi instabilitas sosial dan politik. Masyarakat Indonesia, waktu itu, menginginkan perubahan ke arah politik baru yang terbuka dan demokratis. Akan tetapi, karena pada waktu itu pemerintah tidak bisa memenuhinya, Presiden Soeharto terpaksa mengundurkan diri dan kemudian lahir era reformasi.

Faktor kedua, berkaitan dengan gejala perubahan nilai dan mental dari rakyat di dunia. Hal ini adalah gejala perubahan sosiologis dari nilai dan mental rakyat. Suatu lembaga survei nilai-nilai dunia (World Values Survey) pernah mengatakan bahwa ada perubahan nilai dan mental dari rakyat di dunia yang disebabkan oleh konsensus global tentang pentingnya otonomi individu dan kesamaan jender, serta ketidaksetujuan atau intoleran terhadap otoritarianisme.

Fenomena ini juga terjadi di masyarakat Indonesia. Misalnya, kini banyak perhatian ditujukan pada nilai kemanusiaan dan keadaban moral, berkembangnya nilai etis sesuai prinsip hak asasi manusia (HAM), perubahan nilai yang didasarkan pada norma keadilan, adanya semangat antikorupsi yang besar, dan sebagainya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Nasional
Pesimis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Pesimis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Nasional
Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Nasional
Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Nasional
Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Nasional
Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Nasional
Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Nasional
Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Nasional
Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Nasional
[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

Nasional
Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Nasional
Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Nasional
Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Nasional
Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies 'Ban Serep' pada Pilkada Jakarta...

Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies "Ban Serep" pada Pilkada Jakarta...

Nasional
Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com