Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres: Tantangan ke Depan, Tingkatkan Produktivitas dan Kreativitas Batik

Kompas.com - 24/06/2015, 11:38 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan tantangan yang perlu dijawab dalam mengembangkan batik pada masa yang akan datang. Ia menilai penting untuk meningkatkan produktivitas batik mengingat batik sudah menjadi pakaian yang dikenakan sehari-hari.

"Karena batik sudah menjadi pakaian pagi, sore, malam, maka produksinya harus besar-besaran. Pada 2010, produksi batik sudah 4 triliun, hari ini mungkin 5 atau enam triliun karena minimal orang punya batik satu kodi dan batik punya variasi harga dari Rp 25.000 hingga Rp 25 juta, luar biasa memang. Tantangan kita tentu produktivitas yang besar," kata Kalla saat membuka Gelar Batik Nusantara 2015 di Jakarta Convention Center, Rabu (24/6/2015).

Tantangan berikutnya dalam mengembangkan batik adalah melakukan inovasi agar batik bisa diterima semua kalangan. Diperlukan kreativitas agar Indonesia tidak tertinggal dengan negara lain yang juga mengklaim memiliki batik khasnya sendiri.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Pengunjung melihat-lihat batik di pameran Gelar Batik Nusantara 2015, di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2015). Acara yang diikuti ratusan pengusaha, penjual dan perajin batik ini akan berlangsung hingga 28 Juni.

"Kalau tidak, nanti kita kalah lagi sama China. Kita harus siap menghadapi tantangan-tantangan di sebelah situ," tutur Kalla.

Wapres pun mengingatkan agar setiap generasi menjaga batik sehingga keberadaannya tidak tergerus perkembangan zaman. Ia menyebut batik mempunyai sejarah yang panjang dalam kehidupan bangsa Indonesia. Inovasi batik, kata dia, sudah dimulai sejak berabad-abad lalu. Perkembangan batik dimulai dari Pulau Jawa, tetapi kini dikembangkan hampir di semua pulau di Indonesia.

"Batik bagi kita semua sudah menjadi hal yang lebih luas dari sebelumnya. Kalau dulu identik dengan Jawa, sekarang ada di Papua, Sumatera, Kalimantan, punya ciri khasnya sendiri. Sekarang sudah macam-macam batik, tradisional, modern, sehari-hari, yang kreatif dari segi warna dan sebagainya," ucap Kalla.

Bukan hanya itu, batik juga berkembang hingga ke negara lain. Kalla menyebut mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela yang kerap mengenakan batik saat menghadiri acara-acara internasional. Dari dalam negeri, batik mulai diperkenalkan di dunia internasional oleh Presiden Soeharto. Ketika itu Soeharto menjadikan batik sebagai pakaian resmi forum APEC.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Pembatik membatik di pameran Gelar Batik Nusantara 2015, di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6/2015). Acara yang diikuti ratusan pengusaha, penjual dan perajin batik ini akan berlangsung hingga 28 Juni.

"Pak Harto yang kita perlu berikan apresiasi, batik jadi pakaian APEC waktu itu di Bogor pada 1994. Ali Sadikin sebelumnya juga berupaya menjadikan batik pakaian resmi, tetapi lebih hitam," kata Kalla.

Wapres juga menyampaikan bahwa pola batik Indonesia telah diadaptasi perusahaan penerbangan negara lain untuk pakaian pramugarinya. Perusahaan airlines yang menggunakan batik di antaranya Malaysia Airlines dan Singapore Airlines.

Mengingat banyaknya negara lain yang mengadaptasi batik Indonesia, Kalla bersyukur karena UNESCO telah menetapkan batik sebagai warisan budaya nasional Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com