Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Debat soal Temuan BPK, Rapat Komisi II-KPU Berlangsung Alot

Kompas.com - 22/06/2015, 13:07 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pembukaan rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum, Senin (22/6/2015), berlangsung alot. Perdebatan sempat terjadi soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas adanya indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp 334 miliar di dalam hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pelaksanaan anggaran pemilu tahun 2013 dan 2014.

Pantauan di lokasi, Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman awalnya membahas hasil pertemuan antara BPK dengan pimpinan DPR yang digelar pada Kamis (18/6/2015). Saat itu, BPK menyampaikan adanya indikasi kerugian keuangan negara di dalam proses penyelenggaraan pemilu. (baca: BPK Temukan Indikasi Kerugian Negara Rp 334 Miliar di KPU)

Terkait hal itu, Ketua KPU Husni Kamil Manik kemudian mengingatkan kepada Rambe bahwa di dalam agenda yang mereka terima, rapat hari ini membahas evaluasi peraturan KPU, bukan temuan BPK.

"Ijinkan saya menunjukkan kepada Bapak (Rambe) surat yang kami terima pada 19 Juni 2015 lalu untuk membahas evaluasi PKPU," kata Husni di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

Setelah ditunjukkan surat, Rambe menyatakan, berdasarkan hasil rapat dengan BPK, pimpinan DPR menginstruksikan Komisi II untuk segera mengkonfirmasi temuan itu kepada KPU.

Rambe kemudian meminta kepada Sekretariat Jenderal DPR untuk mengkomunikasikan hal itu kepada KPU.

Rupanya, pernyataan Rambe menuai interupsi dari sejumlah anggota Komisi II. Anggota F-Demokrat Saan Mustopa, misalnya, mengaku, ada miskoordinasi di internal DPR. Pasalnya berdasarkan agenda yang ia terima pada 19 Juni lalu, rapat hari ini membahas mengenai temuan BPK, evaluasi peraturan KPU dan rancangan anggaran KPU untuk tahun 2016.

"Tapi tadi pagi kita dapat undangan SMS itu untuk membahas agenda tunggal, yaitu evaluasi PKPU. Maka tidak salah apabila KPU ini hanya menyiapkan diri untuk agenda tunggal bukan iktisar BPK," ujar Saan.

Saan pun mengusulkan agar pembahasan iktisar temuan BPK dengan KPU dijadwal ulang.

Sementara itu, anggota Komisi II yang lain, Misbakhun meminta, agar KPU tidak memanfaatkan kesalahan agenda rapat hari ini untuk menghindari pembahasan temuan BPK. Pasalnya, beberapa komisioner KPU sebelumnya telah menyampaikan kepada media jika mereka telah menindaklanjuti temuan tersebut. (baca: KPU Klaim Telah Selesaikan 80 Persen dari Hasil Audit BPK)

"Jangan sampai situasi simpang siur dimanfaatkan KPU untuk menghindari pembahasan audit BPK dengan alasan dia tidak terima undangan. Saya melihat di media, KPU seakan ingin giring opini dan menyatakan audit BPK tidak masalah, tahapan pilkada tidak perlu dikaitkan dengan audit BPK," ujar Misbakhun.

Setelah Komisi II rampung berdebat, Husni menyatakan, KPU siap memberikan penjelasan atas temuan tersebut. Ia menampik pernyataan Misbakhun yang menganggap KPU ingin memanfaatkan situasi untuk menghindari pembahasan temuan itu.

"Kami perlu penegasan saja apakah kita bahas sebagaimana undangan? Apakah akan sesuai dengan surat atau yang disampaikan lisan sekjen ke sekjen dan Sekjen KPU tidak ada miss informasi. Dan Bapak Misbakhun, kami tidak akan manfaatkan situasi supaya kita tidak ada sakwa sangka dan clear," tegas Husni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com