JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Tapanuli Tengah nonaktif Bonaran Situmeang didakwa memberi uang Rp 1,8 miliar kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil pemilihan kepala daerah Kabupaten Tapanuli Tengah pada 2011.
"Perbuatan Terdakwa yang memberikan uang sebesar Rp 1,8 miliar melalui Subur Effendi dan Hetbin Pasaribu kepada hakim konstitusi Akil Mochtar dimaksudkan untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, yaitu untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil pilkada kabupaten Tapanuli Tengah 2011 di MK agar putusannya menolak permohohan keberatan para termohon," kata anggota tim jaksa penuntut umum KPK Sigit Waseso di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (23/2/2015), seperti dikutip Antara.
Pada 12 Maret 2011 dilaksanakan Pilkada Tapanuli Tengah yang diikuti tiga pasangan calon Bupati-Wakil Bupati, yaitu Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung; Tasrif Tarihoran-Raja Asi Purba; Dina Riana Samosir-Hikmal Batubara.
Berdasarkan hasil perhitungan perolehan suara, KPU Kabupaten Tapanuli Tengah menetapkan pasangan Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung sebagai pasangan calon terpilih bupati/wakil bupati dengan SK KPU tanggal 18 Maret 2011.
Atas penetapan hasil Pilkada tersebut, kedua pasangan yang dinyatakan kalah mengajukan permohonan keberatan ke MK. Pada 23 Maret 2011, Ketua MK menerbitkan SK Nomor 158/TAP MK/2011 yang menetapkan Panel Hakim Konstitusi untuk memeriksa permohonan keberatan dengan susunan panel Achmad Sodiki (Ketua), Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi sebagai anggota panel.
"Pada saat perkara permohonan keberatan sedang berproses di MK, Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi yang ikut mengadili dan memutus perkara sengketa Pilkada Tapanuli Tengah, menelpon Bakhtiar Ahmad Sibarani untuk menyampaikan pesan kepada terdakwa supaya segera menghubungi Akil Mochtar terkait pengajuan permohonan kebertan atas hasil Pilkada Tapanuli Tengah," tambah Ely.
Bonaran selanjutnya menemui Bakhtiar di Hotel Grand Menteng. Bonaran pun berkomunikasi dengan Akil Mochtar dengan menggunakan telepon selular milik Bakhtiar untuk membicarakan proses persidangan di MK.
"Akil Mochtar kembali menghubungi Bakhtiar Ahmad Sibarani untuk menyampaikan permohonan uang sebesar Rp 3 miliar kepada terdakwa yang apabila tidak dipenuhi maka akan dilakukan Pilkada ulang serta meminta agar uangnya dikirimkan ke rekening tabungan atas nama CV Ratu Samagat pada Bank Mandiri KC Pontianak serta pada kolom berita slip setoran ditulis 'angkutan batu bara'," kata anggota JPU KPK Sigit Waseso.
Menindaklanjuti permintaan Akil Mochtar dilakukan pertemuan di rumah terdakwa di perumahan Era Mas 2000 di Pulogebang Jakarta Timur yang dihadiri terdakwa, Bakhtiar Ahmad Sibarani, Syariful Pasaribu, Aswar Pasaribu, Hetbin Pasaribu dan Daniel Situmeang. Dalam pertemuen tersebut, Bakhtiar Ahmad Sibarani menyampaikan permintaan Akil sambil menunjukkan SMS dari Akil.
Pada 16 Juni 2011, Bonaran meminta Hetbin Pasaribu untuk menemani Daniel Situmeang selaku ajudan Bonaran untuk mengambil uang dari Tomson Situmeang Rp 1 miliar di BNI Rawamangun dan menyerahkan uang tersebut kepada Bakhtiar Ahmad Sibarani untuk dikirim ke Akil.
"Pada 17 Juni, di Bank Mandiri cabang Depok Jalan Margonda Raya Depok, Bakhtiar Ahmad Sibarani dan Subur Effendi mentransfer uang Rp 900 juta ke rekening CV Ratu Samagat pada Bank Mandiri KC Diponegoro atas nama Ratu Rita Akil istri dari Akil Mochtar dengan menuliskan berita dalam slip setoran 'angkutan batu bara' sesuai permintaan Akil Mochtar," ungkap jaksa.
Selanjutnya, terdakwa meminta Hetbin Pasaribu menemani daniel Situmeang untuk mengambil uang dari Aswar Pasaribu dan Syariful Pasaribu sebesar Rp 1 miliar di depan McDonald Cibubur. Selanjutnya pada 20 Juni 2011 di Bank Mandiri Cibinong, Hetbin Pasaribu mengirimkan uang sebesar Rp 900 juta ke rekening CV Ratu Samagat dan atas pengiriman uang tersebut, Hetbin Pasaribu melaporkannya kepada Bonaran.
Hasilnya, pada 22 Juni 2011 rapat permusyawaratan hakim perkara permohonan keberatan hasil Pilkada Tapanuli Tengah dan Akil Mochtar memutuskan "menolak permohonan dari para pemohon untuk seluruhnya"
Atas perbuatan itu, Bonaran didakwa berdasarkan Pasal 6 ayat 1 huruf a subsider pasal 13 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001.
Pasal tersebut mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 750 juta.