Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Pemerintah atau Jadi Penyeimbang?

Kompas.com - 11/12/2014, 14:12 WIB


Oleh: Haryo Damardono

KOMPAS.com - "Langit masih biru, tetapi padi semakin menguning hingga ke pelosok-pelosok desa," kata Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie saat perayaan Hari Ulang Tahun Ke-46 Partai Golkar di Kemayoran, Jakarta. Hari itu, 20 Oktober 2010, Demokrat sebagai partai pemerintah masih berkuasa, tetapi pengaruh Golkar telah menjangkau pelosok negeri.

Tahun 2011, Golkar mewujudkan ambisi menguningkan daerah dengan memenangi 57 persen pemilu kepala daerah. Hanya satu dekade setelah kejatuhan Orde Baru, Golkar, yang diidentikkan dengan Orde Baru, kembali berkuasa. Bukan sekadar membangun dari desa, Golkar ibaratnya berkuasa dari desa.

Kemenangan di banyak pilkada langsung dinilai pengagum Golkar sebagai bukti melimpahnya stok kader berkualitas. Kemenangan itu membuktikan kejayaan Golkar meski ketika itu belum bersinergi dengan Koalisi Merah Putih (KMP).

Namun, bagi pembenci Golkar, dominasi Golkar di pemerintah daerah dan capaian sebagai pemenang kedua Pemilu Legislatif 2014 dipandang sebagai hasil dari serangan atas kasus dana talangan (bail out) Bank Century. Meski cuci tangan atas keruntuhan Demokrat, Golkar menegaskan, serangannya terhadap kasus Century adalah buah kekritisannya.

Padahal, seminggu setelah terpilih menjadi Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar dalam Munas VIII di Riau, Aburizal Bakrie sepakat mendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kader Golkar, Agung Laksono, Sharif Cicip Sutardjo, dan MS Hidayat, pun duduk dalam kabinet SBY-Boediono. Demokrat seolah "digergaji" oleh sesama penghuni dari dalam rumah itu sendiri.

Langkah Golkar

Langkah Partai Golkar dalam era Reformasi memang tidak pernah pasti. Sepuluh tahun silam, pada Agustus 2004, Golkar menginisiasi Koalisi Kebangsaan. Koalisi itu didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Damai Sejahtera, Partai Bintang Reformasi, Partai Karya Peduli Bangsa, dan PNI Marhaenisme.

Koalisi Kebangsaan membela calon presiden Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz, yang dituding SBY mengarah pada politik oligarki. "Berbahaya jika parpol dan segelintir elite mencoba mengarahkan dan mengatur proses demokrasi yang berjalan," ujar SBY saat itu.

Namun, Akbar Tandjung menanggapi tudingan SBY dengan santai. Dari bukunya, The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi (2007), Akbar menjelaskan, pendirian Koalisi Kebangsaan untuk tujuan baik.

Ketika ada Koalisi Kerakyatan di lembaga eksekutif dan di sisi lain ada Koalisi Kebangsaan di lembaga legislatif, dapat terbangun mekanisme checks and balances. Tujuan mekanisme itu ialah pemerintahan yang demokratis, terbuka, dan akuntabel.

Namun, hasil Munas VII di Bali, Desember 2004, berkata lain. Jusuf Kalla mengalahkan Akbar Tandjung dalam perebutan jabatan Ketum Golkar. Golkar "dibelokkan" untuk mendukung pemerintahan SBY-Kalla. Golkar batal beroposisi!

"Pak Ical (Aburizal) ketika itu meminta saya membatalkan niat menjadi calon ketum Golkar karena hanya Pak Kalla yang dinilai dapat mengimbangi Pak Akbar," kata Ketum Golkar versi Munas Jakarta, Agung Laksono, Senin lalu.

Ketika Jusuf Kalla terpilih menjadi Ketum Partai Golkar (2004-2009), kata Agung, rivalitas Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan di DPR berakhir. "Stabilitas politik tercapai, pembangunan pun berjalan," ujar Agung yang menjadi Ketua DPR 2004-2009.

Kultur Golkar memang kultur pemerintah. Setidaknya, selama sekitar 30 tahun dari 50 tahun perjalanan hidupnya, "partai beringin" ini menyokong Orde Baru. Terlebih lagi setelah Jenderal Soeharto menjadikan PNS dan militer sebagai perpanjangan tangan Golkar.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com