"Kita bikin monumen kalau kalah di MK. Kita bikin monumen di masing-masing kabupaten dan kota di partai-partai mana mengusulkan pilkada tidak langsung," kata Aria di Jakarta, Sabtu (27/9/2014).
Monumen tersebut, kata Aria, melambangkan pencabutan hak-hak politik masyarakat. Aria berdalih, gugatan ke MK bukanlah tanda kekalahan, melainkan upaya untuk memperjuangkan demokrasi.
"Kita enggak setuju lewat pilkada legislatif kita kalah. Bukan menang kalah. Ini soal substansi yg diperjuangkan," ujar Aria.
Dia menambahkan, sistem pilkada yang demokratis haruslah menciptakan kesetaraan lembaga dalam fungsi kontrol. Aria melanjutkan, pilkada langsung dilakukan agar kepala daerah tidak menjadi bawahan legislatif sehingga fungsi kontrol berjalan efektif.
"Ini terjadi kalau bupati tidak melayani legislatif sebagai pesuruhnya legislatif. Kalau dipilih rakyat, bupati pesuruhnya rakyat. Mandat rakyat itu dua, kepala legislatif dan eksekutif. Dua mandat yang membuat kesejahteraan," kata Aria.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.