Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Hormati Akil Ajukan "Judicial Review" UU TPPU ke MK

Kompas.com - 12/08/2014, 20:09 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengajukan judicial review Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ke MK. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto pun menghormati langkah yang diambil terdakwa kasus suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah dan pencucian uang tersebut.

"Judicial review adalah hak warga negara. Siapa pun punya hak untuk itu," kata Bambang melalui pesan singkat, Selasa (12/8/2014).

Bambang pun menanggapi santai jika salah satu materi gugatan mengenai kewenangan KPK menuntut TPPU. Bambang mengatakan, undang-undang tentang KPK sendiri sudah lebih dari 15 kali dilakukan judicial review.

"Yang perlu dilakukan KPK adalah menyiapkan sebaik dan secermat mungkin proses itu kelak dilakukan," kata Bambang.

Sebelumnya, Akil melalui pengacaranya, Adardam Achyar, mengaku telah mengajukan judicial review Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ke Mahkamah Konstitusi pada Senin (11/8/2014).

Adardam mengatakan, salah satu materi gugatan yaitu tidak berwenangnya Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menuntut perkara TPPU. Akil merupakan terdakwa kasus suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah di MK dan pencucian uang. Akil pernah menyatakan keberatan didakwa pencucian uang oleh jaksa penuntut umum KPK.

Menurut Akil, jaksa KPK tidak berwenang melakukan penuntutan pencucian uang. Menurut Akil, dakwaan pencucian uang yang menjeratnya tidak berkaitan dengan tindak pidana asal, yaitu penyuapan. KPK mengusut dugaan pencucian uang Akil pada kurun waktu 22 Oktober 2010 hingga 2 Oktober 2013 atau saat Akil telah menjadi hakim konstitusi. Nilai dugaan pencucian uangnya mencapai Rp 161,080 miliar.

Selain itu, dakwaan keenam, KPK mengusut dugaan pencucian uang Akil pada kurun waktu 17 April 2002 hingga 21 Oktober 2010. Ketika itu Akil masih menjabat anggota DPR hingga akhirnya menjabat hakim konstitusi.

Nilai dugaan pencucian uangnya sekitar Rp 20 miliar. Menurut Jaksa, pengeluaran maupun harta kekayaan yang dimiliki Akil dinilai tidak sesuai dengan pendapatannya sebagai anggota DPR pada tahun 2002-2004, pada periode 2004-2008, hingga ketika menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi.

Akil telah divonis seumur hidup oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Hakim menyatakan, Akil terbukti menerima suap dan melakukan pencucian uang. Atas vonis tersebut, Akil mengajukan banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com