Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernyataan Prabowo di Sidang MK Dinilai Kontraproduktif

Kompas.com - 06/08/2014, 21:02 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Ari Sudjito, menilai pernyataan yang disampaikan calon presiden Prabowo Subianto dalam sidang gugatan Pemilu Presiden 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK) lebih banyak berisi opininya. Menurut Ari, apa yang dilontarkan Prabowo justru kontraproduktif dan tak fokus pada apa yang digugatnya. Pernyataan yang disampaikan Prabowo di antaranya menyebut pilpres di Indonesia seperti di negara totaliter, fasis, dan komunis (baca: Dalam Sidang MK, Prabowo Curhat soal Dituduh Ingin Kudeta).

Ari mengatakan, pernyataan itu justru menunjukkan sikap emosional Prabowo.

"Pernyataan Prabowo itu terlalu mengada-ada dan sangat emosional. Sama seperti pernyataan dia waktu menolak hasil pemilu presiden. Ini tidak melahirkan persepsi positif di masyarakat, justru negatif," kata Ari saat dihubungi, Rabu (6/8/2014).

Seharusnya, kata Ari, Prabowo fokus pada materi gugatan. Sebab, dalam memutus sengketa, hakim hanya akan mempertimbangkan pembuktian di persidangan.

"Memang pernyataannya tidak ada data dan dasar yang kuat. Apa yang disampaikan bisa menjadi kontraproduktif di hadapan hakim. Apakah itu meyakinkan hakim? Malah sebaliknya," ujarnya.

Ia juga berpendapat, seharusnya Prabowo menahan pernyataan yang sarat opini dan dianggap provokatif. Pernyataan Prabowo di hadapan sembilan hakim MK hari ini, lanjut dia, justru memperburuk citra Prabowo.

"Itu justru akan membuat posisi Prabowo tidak elegan di mata publik, makin terperosok," ujarnya.

Sebelumnya, dalam sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2014 di Gedung MK, Prabowo turut menyinggung masa lalunya. Prabowo menyatakan ia pernah dituduh ingin melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Prabowo juga menyinggung adanya intervensi asing dalam Pilpres 2014 ini. Namun, ia tak menyebutkan siapa pihak asing yang dimaksud.

Selain itu, Prabowo menilai pilpres di Indonesia seperti di negara totaliter, fasis, dan komunis. Menurut dia, telah terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam pemilu kali ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com