Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunakan Akal Sehat, Tak Perlu Memuja Capres Bagai Dewa

Kompas.com - 27/06/2014, 06:30 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Obrolan politik di media sosial boleh saja panas, tetapi tetap gunakan akal sehat dalam mengikutinya. Jangan sampai terpengaruh, apalagi termakan fitnah yang sengaja dilontarkan pihak tertentu. Cek dan ricek kebenaran informasi yang ada. Salah menerima informasi, Anda bisa terpedaya dengan berita fitnah dan bohong yang sengaja disebarkan untuk mengacaukan pikiran Anda. Itulah inti pesan yang disampaikan Pengamat Media Sosial Nukman Luthfie, kepada Kompas.com, Kamis (26/6/2014).

Nukman mengungkapkan, obrolan politik yang hanya diperbincangkan antarteman, bisa disusupi oleh pihak yang berkepentingan untuk mengacaukan diskusi yang sudah berjalan baik. Biasanya, mereka menjelek-jelekkan kandidat tertentu dan merasa calon presiden jagoannya adalah yang paling benar. Yang paling parah, kata Nukman, pendukung fanatik yang tak jarang pula adalah pasukan cyber kandidat tertentu itu juga bisa menyebarkan fitnah atau kabar bohong.

Nukman meminta agar pengguna media sosial memiliki rasa tanggung jawab atas informasi yang disebarnya.

“Sebarkan informasi yang sumbernya jelas dan benar. Jangan ambil dari sumber abal-abal,” kata Nukman kepada Kompas.com, Kamis (26/6/2014).

“Untuk menghadapi situasi ini, yang terpenting adalah para pengguna media sosial harus semakin dewasa ketika menerima informasi dari media sosial. Cek kebenarannya melalui media massa yang memiliki reputasi,” ujarnya.

Lalu, bagaimana kalau media massa dianggap sudah berpihak? “Gunakan akal sehat!” ucap Nukman.

Cek dan ricek informasi penting dilakukan. Nukman mencontohkan, jika ada informasi yang mendiskreditkan Prabowo atau Jokowi di media sosial, lihatlah lebih dari satu media massa untuk memastikan kebenaran informasi itu.

Nukman juga mengingatkan agar para pengguna media sosial tidak mendewakan calon presiden jagoannya. Ketika Jokowi ada kekeliruan dalam menanggapi "buyback" Indosat, misalnya, Nukman meminta agar para pendukung Jokowi mengakui kekurangan capres idolanya itu. Demikian pula dengan sosok Prabowo yang dihantam isu pemecatan dari dunia militer.

“Ketika jagoan Anda salah ya enggak usah dibela mati-matian. Kita enggak boleh memuja capres bagaikan dewa,” ujarnya.

Dengan sekian hari tersisa menjelang 9 Juli, Nukman berharap agar obrolan politik di media sosial lebih berbicara pada hal-hal positif dari dua kandidat capres yang ada. Masyarakat, kata Nukman, sudah jenuh dengan gempuran kampanye hitam yang dimainkan di media sosial. Beberapa orang bahkan memilih tak aktif sementara waktu di media sosial akibat kacaunya informasi yang berseliweran.

Di sisi lain, Nukman berharap agar media massa tidak lagi menelan mentah-mentah isu yang berkembang di dunia maya. Hal ini terjadi pada pemberitaan tentang transkrip rekaman pembicaraan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Jaksa Agung Basrief Arief. Dalam kasus itu, ujar Nukman, media massa mainstream justru larut dalam informasi yang ada di dunia media sosial.

“Media harus hati-hati, kalau tidak hati-hati justru akan membuat kekecauan,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Nasional
GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

Nasional
Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Nasional
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com