JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR RI, Eva Kusuma Sundari, pesimistis bakal terpilih sebagai calon legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di daerah pemilihan VI Jawa Timur. Dia merasa dicurangi karena banyak praktik politik uang dan serangan fajar yang terjadi menjelang hari pencoblosan.
Eva mengaku telah mengeluarkan uang sebesar Rp 1,5 miliar untuk dana kampanye. Dana itu digunakan untuk memberi sumbangan sosial, membuat kaus, menyelenggarakan pertemuan, membentuk tim sukses, dan membiayai pemasangan baliho. Selain itu, dana dipakai pula untuk kegiatan turun ke pelosok kota dan kabupaten di daerah pemilihannya untuk menyosialisasikan visi misi Eva. "Anak-anak (caleg) yang lain habis Rp 4 miliar, Rp 6 miliar," ujar Eva saat dihubungi, Kamis (17/4/2014).
Menurut Eva, banyak caleg yang tidak mau turun ke daerah pemilihan, tetapi justru memperoleh banyak suara dalam pileg. Eva mengatakan, banyak caleg mengeluarkan modal besar dan memberi "amplop" kepada masyarakat, sementara dia tidak seperti itu.
"Kalau enggak ada serangan fajar, aku menang. Kalau enggak ada amplop, ya kalah," ujarnya.
Eva mengklaim sudah mendapatkan banyak bukti adanya praktik politik uang tersebut. Jika nantinya benar-benar kalah dalam pileg, Eva tidak akan merasa kecewa dan menganggap wajar kekalahan dalam berkompetisi.
Namun, Eva menyayangkan sistem politik yang dianut saat ini. Menurutnya, sistem politik sekarang ditentukan oleh suara terbanyak memicu pertarungan antar-individu, baik secara vertikal maupun horizontal. Ini yang membuat banyak caleg menggunakan berbagai cara curang untuk menang. "Sistem sekarang seperti gladiator, saling bersaing antarpersonal," ujar Eva.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.