Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Caleg Kewalahan Hadapi Politik Uang

Kompas.com - 11/04/2014, 15:17 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Calon anggota legislatif, termasuk petahana, kewalahan menghadapi politik uang yang marak menjelang Pemilu 2014. Mereka menduga sistem pemilihan proporsional terbuka dengan suara terbanyak menjadi penyebab maraknya politik uang.

Keluhan tentang maraknya politik uang, antara lain, disampaikan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar, Nurul Arifin, Kamis (10/4/2014). Menurut dia, pemilu kali ini sadis, vulgar, dan kasar.

Caleg sudah tidak malu-malu menebar uang kepada pemilih. "Saya juga diminta memobilisasi pemilih pada hari-H dengan menyebar amplop untuk pemilih. Saya tolak dengan alasan prinsip dan idealisme," ujar caleg dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat VII tersebut. Kenyataannya, justru para caleg yang menebar uang menjelang pemungutan suara.

Caleg Partai Demokrat yang sama-sama dari dapil Jabar VII, Saan Mustopa, juga mengakui maraknya politik uang menjelang pemungutan suara. Politik uang itu mengakibatkan perilaku pemilih berubah. Banyak pemilih yang menanyakan serangan fajar dan uang es. "Untung saja saya punya kader yang militan, yang bisa diharapkan suaranya. Mereka tak terpengaruh uang yang ditebarkan caleg lain," katanya.

Praktik politik uang juga terjadi di dapil Jawa Timur VI (Kediri, Tulungagung, Blitar). Menurut caleg dari Partai Demokrat, Nova Riyanti Yusuf, ada orang menawarkan suara dengan kompensasi uang. Alasannya, uang kompensasi suara sudah menjadi budaya.

Eva Kusuma Sundari, caleg Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dapil Jatim VI, menengarai politik uang marak terjadi karena penerapan sistem pemilihan proporsional terbuka.

"Sistem memengaruhi perilaku pemilih dan parpol. Zaman closed list (pemilihan proporsional tertutup) tahun 2004 tak ada money politics. Tahun 2009 saat sistemnya menggunakan proporsional terbuka langsung banyak money politics. Sekarang Pemilu 2014, money politics semakin parah," tuturnya. (NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com