JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Operasional PT Mapna Indonesia M Bahalawan mengaku sempat mengeluarkan senjata api saat akan ditahan tim penyidik Kejaksaan Agung. Bahalawan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pelaksanaan tender pekerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 2 Belawan tahun 2012.
Saat ditemui sebelum menjalani pemeriksaan, Bahalawan mengaku memiliki izin atas kepemilikan senjata api tersebut. "Iya (senjata api) punya saya, kenapa emang?" kata Bahalawan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Berdasarkan informasi yang diperoleh wartawan, Bahalawan sempat melakukan perlawanan ketika akan ditahan penyidik Kejagung di Rutan Salemba Cabang Kejagung, Senin (27/1/2014) malam. Ia sempat mengeluarkan senjata api, tetapi akhirnya senjata tersebut diamankan petugas keamanan dalam Kejagung.
Sebelumnya, Bahalawan ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat Perintah Penyidikan Nomor: 11/F.2/Fd.1/01/2014 tanggal 27 Januari 2014. Ia kemudian ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-03/F.2/Fd.1/01/2014 tanggal 27 Januari 2014.
"Penahanan terhadap Bahalawan dilakukan setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menahannya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Selasa (28/1/2014).
Untung menambahkan, penyidik menemukan adanya dugaan aliran dana yang mencurigakan dalam rekening tersangka yang berasal dari proyek pengadaan pekerjaan LTE GT 2.1 dan 2.2 sebesar Rp 90 miliar. Kerugian negara akibat kasus ini sebesar 2.095.395,08 euro atau sekitar kurang lebih Rp 25 miliar.
Kejagung telah menahan lima orang tersangka. Mereka adalah mantan General Manager KITSBU Chris Leo Manggala, Manager Sektor Labuan Angin Surya Dharma Sinaga, Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia yang sebelumnya menjabat sebagan mantan Direktur Utama PT Nusantara Turbin dan Propolasi Supra Dekanto, serta dua karyawan PT PLN Pembangkit Sumbangut, Rodi Cahyawan dan Muhammad Ali.
Untung menjelaskan, dalam kasus ini penyidik menemukan adanya dugaan penyelewengan, di antaranya pekerjaan dilakukan tidak sesuai dengan kontrak, output mesin yang seharusnya 132 MW ternyata hanya 123 MW. Kemudian, pekerjaan LTE GT 2.2 PLTGU Blok 2 Belawan tidak dikerjakan serta terdapat kemahalan harga.
"Selain itu, kontrak yang diadendum menjadi Rp 554 miliar telah melampaui harga perkiraan sendiri (HPS) yaitu Rp 527 miliar," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.