Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Dinasti Makin Suburkan Korupsi

Kompas.com - 16/10/2013, 17:11 WIB
Stefanus Osa Triyatna,
Ilham Khoiri,
Christoporus Wahyu Haryo P,
Anita Yossihara,
Harry Susilo

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS — Politik dinasti makin menyuburkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di Indonesia, praktik politik dinasti yang merupakan anomali dalam demokrasi dibangun untuk mempertahankan dan mengendalikan kekuasaan secara penuh hingga lepas dari kontrol.

”Politik dinasti membuat demokrasi kehilangan daya tarik di mata publik,” kata pengajar sosiologi Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (15/10).

Wacana politik dinasti belakangan mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dalam kasus dugaan suap ke Ketua Mahkamah Konstitusi (nonaktif) Akil Mochtar.

Kasus itu memunculkan dugaan adanya praktik politik dinasti di Banten. Namun, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie mengatakan, keluarga Atut dipilih sesuai dengan aturan yang ada. Jika mau diubah, aturannya harus diubah.

Namun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan, meskipun konstitusi ataupun undang-undang tidak melarang orang yang memiliki hubungan kekerabatan menduduki jabatan di daerah, ada batasan norma kepatutan.

Menurut Presiden, berbahaya jika kekuasaan politik dan kekuasaan bisnis menyatu di daerah (Kompas, 12/10).

Namun, belakangan juga beredar nama sejumlah kerabat Presiden Yudhoyono yang menjadi calon anggota legislatif dari Partai Demokrat pada Pemilu 2014.

Ketua Harian Partai Demokrat Sjarifuddin Hasan menyatakan, pencalonan sejumlah kerabat Yudhoyono itu tidak menjadi masalah karena telah memenuhi batas kepatutan yang diadopsi Partai Demokrat.

”Pertama, dia memiliki kemampuan atau kualitas. Kedua, harus dibatasi. Di Partai Demokrat, misalnya, dibatasi tidak boleh lebih dari dua dalam satu keluarga inti,” kata Sjarifuddin.

DPR dan pemerintah

Sementara itu, pimpinan Panitia Kerja Rancangan Undang- Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) Komisi II DPR, Arif Wibowo, menyatakan, semua fraksi di DPR sepakat mencegah adanya praktik politik dinasti. Namun, mereka belum sepakat dengan model pencegahan yang diusulkan pemerintah karena dapat berarti mengebiri hak politik warga negara.

Untuk mencegah politik dinasti, dalam Pasal 12 Huruf (p) RUU Pilkada yang disusun pemerintah disebutkan, calon gubernur tidak boleh memiliki ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur, kecuali ada selang waktu minimal satu tahun. Sementara dalam Pasal 70 Huruf (p) disebutkan, calon bupati tidak mempunyai ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur dan bupati/wali kota, kecuali ada selang waktu minimal satu masa jabatan.

”Kami mengusulkan jalan tengah, antara mencegah politik dinasti yang cenderung menyeleweng dan jaminan terhadap hak politik warga negara. Misalnya dengan memperberat syarat pencalonan agar tak muncul calon karbitan dari keluarga kepala daerah. Kepala daerah juga harus mundur jika ada kerabatnya ikut pilkada,” ujar Arif.(IAM/NTA/OSA/WHY/ILO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com