Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengangkatan Patrialis sebagai Hakim Konstitusi Resmi Digugat

Kompas.com - 12/08/2013, 16:55 WIB
Ummi Hadyah Saleh

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi Penyelamatan Mahkamah Konstitusi (MK) mendaftarkan gugatan permohonan pembatalan Keppres No 87/P Tahun 2013 terkait pengangkatan jabatan Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Senin (12/8/2013).

"Kita ajukan pembatalan terhadap surat keputusan (SK) yang diterbitkan Presiden kepada calon hakim konstitusi atas nama Patrialis Akbar," ujar Bahrain selaku Direktur Advokat saat Konferensi Pers di PTUN, Jakarta, Senin.

Koalisi ini, di antaranya, terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Bahrain menilai, ada proses yang salah dalam pengangkatan calon hakim konstitusi. "Artinya kita melihat ada proses yang salah. Kita anggap tidak mengamalkan apa yang diamanahkan undang-undang konstitusi dalam mengangkat atau menyeleksi calon hakim," kata Bahrain.

Menurut Bahrain, penunjukan Patrialis ini cacat hukum. Pasal 19 Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK menyatakan pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif dan harus dipublikasikan kepada masyarakat.

"Artinya peran itu tidak dilaksanakan oleh Presiden untuk memublikasi calon-calon hakim di media massa sehingga masyarakat bisa berpartisipasi memberi masukan terhadap calon tersebut," kata Patrialis.

Di tempat yang sama, Julius dari YLBHI mengatakan, keppres itu melanggar UU MK Pasal 15, Pasal 19, dan Pasal 20 (2).

"Dalam Pasal 15 Undang-Undang MK dijelaskan ada pelanggaran, yaitu terjadi integritas calon sebagai negarawan yang menguasai konstitusi," kata Julius.

Adapun Pasal 19 UU MK, kata Julius, terkait transparansi pemilihan calon hakim konstitusi oleh presiden dan tidak terpenuhinya partisipasi masyarakat dalam melakukan pemantauan dan pengawasan serta memberikan masukan.

"Pasal 20 Ayat 2 UU MK, tidak terbukanya kepada publik dan transparansi menegasikan obyektivitas dan akuntabilitas pencalonan hakim," ungkap Julius.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono resmi menunjuk Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi dari unsur pemerintah. Patrialis, mantan Menteri Hukum dan HAM, menggantikan Achmad Sodiki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com