Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Syiah Diminta Bertobat, Mendagri: Negara Tak Masuk Wilayah Itu

Kompas.com - 12/08/2013, 14:08 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menegaskan, pemerintah tidak pernah meminta, apalagi memaksa warga Syiah Sampang, Jawa Timur, yang mengungsi di Sidoarjo untuk bertobat. Menurutnya, pemerintah, terutama Kemendagri, tidak sampai mengurus soal agama dan keyakinan warga.

"Kalau itu (paksaan bertobat) saya tidak tahu. Itu urusan Menteri Agamalah karena negara kan tidak masuk dalam wilayah itu. Itu kan sudah soal keyakinan betul, itu urusan dia dengan Tuhan," ujar Gamawan di Kantor Kemendagri, Senin (12/8/2013).

Lagi pula, tegasnya, dalam pembahasan bersama antara pemerintah dan kementerian terkait, Pemerintah Provinsi Jatim, Pemerintah Kabupaten Sampang, para ulama dan masyarakat, tidak ada wacana pertobatan yang dibahas.

"Saya tidak tahu itu. Tapi, malam itu, pertemuan kami tidak seperti itu," lanjutnya.

Gamawan mengungkapkan, pihaknya tidak pernah menggunakan istilah pertobatan. Menurutnya, yang berhasil disepakati adalah kedua belah pihak yang berkonflik menyamakan persepsi dan membangun pengertian.

"Istilahnya, mari kita samakan persepsi semua dan mari kita saling ada pengertian, ada pembinaan kalau memang ada yang keliru. Itu saja istilahnya," kata dia.

Disampaikannya, para pihak terkait sepakat melakukan pembinaan terhadap warga. Ulama, kata dia, berperan memberikan pembinaan kepada warga. Menurutnya, warga yang dibina bukan hanya pengungsi, melainkan juga warga di tempat asal agar dapat menerima para pengungsi pulang.

"Ya semuanya (dibina). Masyarakat yang menerima (warga Sampang di tempat asal) kan juga harus dibina. Untuk bisa memahami, ada pengertian," ujar Gamawan. Dia mengatakan, tugas pemerintah dalam upaya memulangkan pengungsi Sampang adalah dengan menjamin keamanan warga, terutama setelah pulang ke daerah asal.

Sebelumnya, diberitakan, konflik yang terjadi Sampang, Madura, diduga berawal dari konflik internal keluarga antara pimpinan Islam Syiah, Tajul Muluk, dan saudaranya Rois Al Hukama. Pada Agustus 2012, perkampungan pengikut aliran Islam Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Desa Bluran, Kecamatan Karangpenang, diserang kelompok bersenjata dan menyebabkan satu orang tewas serta enam orang lainnya luka-luka. Hingga pada Juni 2013, para pengungsi korban tragedi kemanusiaan di Sampang itu akhirnya terpaksa dipindah dengan alasan keamanan dan kehidupan yang lebih layak di lokasi pengungsian.

Direktur Eksekutif Yayasan Bantuan Hukum Universalia (YLBHU) Hertasning Ichlas alias Herta yang mendampingi para pengungsi Syiah pernah mengungkapkan, warga Syiah di Sampang dipaksa oleh para pejabat pemerintah dan kepolisian setempat untuk menandatangani ikrar. Ikrar tersebut berisi 9 poin yang intinya menganggap ajaran Tajul Muluk sesat dan harus kembali ke Ahlus Sunnah.

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, dalam proses rekonsiliasi yang tengah dilakukan, perlu dilakukan persamaan persepsi antarkelompok di Sampang. Pasalnya, kata dia, ada perbedaan pandangan antara warga dan kelompok Tajul Muluk.

"Nah kalau semua sudah selesai, mereka pulang ke kampung halamannya. Itu dijamin aman kalau rekonsiliasi dalam arti yang sesungguhnya bisa tercapai, yaitu pencerahan dan penyamaan persepsi," kata Suryadharma.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com